Senin, 12 Oktober 2015

TUGAS PRE-REQUISITE LABORATORIUM LINGKUNGAN



BOD DAN COD



TUGAS PRE-REQUISITE LABORATORIUM LINGKUNGAN




logo_itb.jpg





Oleh :
Cretaceous Fadhal Bamahry           25314301
Agung Waskito                                  25714307



PROGRAM MAGISTER TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2015


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Kehidupan mikroorganisme, seperti ikan dan hewan air lainnya, tidak terlepas dari kandungan oksigen yang terlarut di dalam air, tidak  berbeda dengan manusia dan mahluk hidup lainnya yang ada di darat, yang juga memerlukan oksigen dari udara agar tetap dapat bertahan. Air yang tidak mengandung oksigen tidak dapat memberikan kehidupan bagi mikroorganisme, ikan dan hewan air lainnya. Oksigen yang terlarut di dalam air sangat penting artinya bagi kehidupan. Untuk memenuhi kehidupannya, manusia tidak hanya tergantung pada makanan yang berasal dari daratan saja (beras, gandum, sayuran, buah, daging, dll), akan tetapi juga tergantung pada makanan yang berasal dari air (ikan, kerang, cumi-cumi, rumput laut, dll).
Tanaman yang ada di dalam air, dengan bantuan sinar matahari, melakukan fotosintesis yang menghasilkan oksigen. Oksigen yang dihasilkan dari fotosintesis ini akan larut di dalam air. Selain dari itu, oksigen yang adadi udara dapat juga masuk ke dalam air melalui proses difusi yang secara lambat menembus permukaan air. Konsentrasi oksigen yang terlarut di dalam air tergantung pada tingkat kejenuhan air itu sendiri. Kejenuhan air dapat disebabkan oleh koloidal yang melayang di dalam air oleh jumlah larutan limbah yang terlarut di dalam air. Selain dari itu suhu air juga mempengaruhi konsentrasi oksigen yang terlarut di dalam air. Tekanan udara dapat pula mempengaruhi kelarutan oksigen di dalam air. Tekanan udara dapat pula mempengaruhi kelarutan oksigen di dalam air karena tekanan udaram empengaruhi kecepatan difusi oksigen dari udara ke dalam air.
Kemajuan industri dan teknologi seringkali berdampak pula terhadap keadaan air lingkungan, baik air sungai, air laut, air danau maupun air tanah. Dampak ini disebabkan oleh adanya pencemaran air yang disebabkan oleh berbagai hal seperti yang telah diuraikan di muka. Salah satu cara untuk menilai seberapa jauh air lingkungan telah tercemar adalah dengan melihat kandungan oksigen yang terlarut di dalam air.
Pada umumnya air lingkungan yang telah tercemar kandungan oksigennya sangat rendah. Hal itu karena oksigen yang terlarut di dalam air diserap oleh mikroorganisme untuk memecah/mendegradasi bahan buangan organik sehingga menjadi bahan yang mudah menguap (yang ditandai dengan bau busuk). Selain dari itu, bahan buangan organik juga dapat bereaksi dengan oksigen yang terlarut di dalam air organik yang ada di dalam air, makin sedikit sisa kandungan oksigen yang terlarut di dalamnya. Bahan buangan organik biasanya berasal dari industri kertas, industri penyamakan kulit, industri pengolahan bahan makanan (seperti industri pemotongan daging, industri pengalengan ikan, industri pembekuan udang, industri roti, industri susu, industri keju dan mentega), bahan buangan limbah rumah tangga, bahan buangan limbah pertanian, kotoran hewan dan kotoran manusia dan lain sebagainya.
Dengan melihat kandungan oksigen yang terlarut di dalam air dapat ditentukan seberapa jauh tingkat pencemaran air lingkungan telah terjadi. Cara yang ditempuh untuk maksud tersebut adalah dengan uji BOD dan COD. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai pengertian COD dan BOD serta bagaimana metode pengukuran dan fungsi COD dan BOD sebagai parameter dalam perairan terutama dalam menentukan kualitas air serta pencemaran yang terjadi.
1.2. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan  Biological Oxygen Demand (BOD) dan Chemical Oxygen Demand (COD).
1.3. Batasan Masalah
Batasan masalah yang kami bahas dalam makalah ini adalah mengenai pengertian Biological Oxygen Demand  (BOD) dan Chemical Oxygen Demand  (COD).
1.4. Metode Penulisan
Adapun metode penulisan yang penulis gunakan adalah metode kepustakaan. Yaitu diambil dari literatur-literatur dari internet yang relevan.




BAB II
BOD dan COD

2.1. Biological Oxygen Demand (BOD)
BOD merupakan parameter yang umum dipakai untuk menentukan tingkat pencemaran bahan organik pada air limbah. BOD yaitu banyaknya oksigen yang dibutuhkan bakteri aerobik untuk menguraikan bahan organik di dalam air melalui proses oksidasi biologis (biasanya dihitung selama waktu 5 hari pada suhu 20 oC). Semakin tinggi nilai BOD di dalam air limbah, semakin tinggi pula tingkat pencemaran yang ditimbulkan.
Biological Oxygen Demand (BOD) adalah suatu analisis empiris yang mencoba mendekati secara global proses mikrobiologis yang benar- benar terjadi di dalam air. Angka BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan (mengoksidasikan) hampir semua zat organis yang terlarut dan sebagian zat organis yang tersuspensi dalam air. Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan penduduk atau industri, dan untuk mendisain sistem pengolahan biologis bagi air yang tercemar tersebut. Penguraian zat organis adalah peristiwa alamiah. Apabila sesuatu badan air dicemari oleh zat organis, bakteri dapat menghabiskan oksigen terlarut dalam air selama proses oksidasi tersebut yang bisa mengakibatkan kematian ikan. Keadaan menjadi anaerobik dan dapat menimbulkan bau busuk pada air.
Pemeriksaan BOD didasarkan atas reaksi oksidasi zat organis dengan oksigen di dalam air, dan proses tersebut berlangsung karena adanya bakteri aerob. Sebagai hasil oksidasi akan terbentuk karbon dioksida, air dan reaksi oksidasi dapat dituliskan sebagai berikut:
CnHaObNc + (n + a/4 – b/2 -3c/4) O2 à nCO2 + (a/2 – 3c/2) + H2O + cNH3
Atas dasar reaksi tersebut, yang memerlukan kira-kira 2 hari dimana 50% reaksi telah tercapai, 5 hari supaya 75 % dan 20 hari supaya 100% tercapai maka pemeriksaan BOD dapat dipergunakan untuk menaksir beban pencemaran zat organis.
BOD merupakan salah satu indikator yang menyatakan dampak  biologis dari jasad organik yang hidup di air, dan merupakan salah satu parameter kualitas air. Kajian mengenai parameter kualitas air telah banyak dilakukan, namun untuk parameter BOD belum banyak studi yang dilakukan khususnya menggunakan data citra Landsat. Model perhitungan BOD ini dikembangkan dari model perhitungan parameter kualitas air antara lain, dari pengertian dasar tentang kelarutan oksigen di air yang bergantung pada temperatur.
2.2. Chemical Oxygen Demand (COD)
COD juga merupakan parameter yang umum dipakai untuk menentukan tingkat pencemaran bahan organik pada air limbah. COD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi secara kimia bahan organik di dalam air. Uji COD dapat dilakukan lebih cepat dari pada uji BOD, karena waktu yang diperlukan hanya sekitar 2 jam.
Chemical Oxygen Demand (COD) atau Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK) adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organis yang ada dalam 1 liter sampel air. Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organis yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis, dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air.
            Oksigen terlarut adalah banyaknya oksigen yang terkandung di dalamair dan diukur dalam satuan ppm. Oksigen yang terlarut ini dipergunakan sebagai tanda derajat pengotor air baku. Semakin besar oksigen yang terlarut, maka menunjukkan derajat pengotoran yang relatif kecil. Rendahnya nilaioksigen terlarut berarti beban pencemaran meningkat sehingga koagulan yang bekerja untuk mengendapkan koloida harus bereaksi dahulu dengan polutan-polutan dalam air menyebabkan konsusmsi bertambah.
Chemical Oxygen Demand (COD) yaitu jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organis yang ada dalam sampel air dimana peoksidasi K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent). Angka yang ditunjukkan COD merupakan ukuran bagi pencemaran air dari zat-zat organik yang secara alamiah dapat mengoksidasi melalui proses mikrobiologis dan dapat juga mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut dalam air. Sebagian besar zat organis melalui tes COD ini dioksidasi oleh larutan K2Cr2O7 dalam keadaan asam yang mendidih. Adapun reaksiyang terjadi:
CaHbOc + Cr2O72- + H+ à CO2 + H2O + 2 Cr3+
Zat organis Ag2SO4 warna hijau.
            Perak Sulfat Ag2SO4 ditambahkan sebagai katalisator untuk mempercapat reaksi. Sedangkan merkuri sulfat ditambahkan untuk menghilangkan gangguan klorida yang umumnya terdapat di dalam air  buangan. Untuk memastikan bahwa hampir semua zat organis hampir teroksidasi maka zat pengoksidasi K2Cr2O7 yang sesudah direfluks masih harus tersisa. K2Cr2O7 yang tersisa dalam larutan tersebut digunakan untuk menentukan berapa oksigen yang telah terpakai. Sisa K2Cr2O7 tersebut ditentukan melalui titrasi dengan ferro amonium sulfat (FAS). Indikator ferroin yang digunakan akhir titrasi yitu saat warna hijau-biru larutan menjadi coklat-merah. Analisis COD berbeda dengan analisa BOD, namun perbandingan antar angka COD dengan angka BOD dapat ditentukan, seperti pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Perbandingan Rata-Rata Angka BOD5/COD Untuk Beberapa Jenis Air.
Jenis Air
BOD5/COD
Air buangan domestik
0,40 – 0,60
Air buangan domestik setelah pengendapan primer
0,60
Air buangan setelah pengolahan secara biologis
0,20
Air sungai
0,10

Dalam analisa COD, kadar klorida (Cl-) sampai 2000 mg/l di dalam sampel dapat menjadi gangguan karena mengganggu kerjanya kualitas Ag2SO4, dan pada keadaan tertentu turut teroksidasi oleh dikromat, sesuai dengan reaksi berikut:
6 Cl- + Cr2O72- + 14 H+ à 3 Cl2 + 2 Cr3+ + 7 H2O.
Gangguan ini dapatdihilangkan dengan penambahan HgSO4pada sample.
Adapun keuntungan dengan penambahan tes COD dibandingkan tes BOD5, antara lain:
·         Memakan waktu ±3 jam, sedangkan BOD5 memakan waktu 5 hari;
·         Untuk menganalisa COD antara 50-800 mg/l, tidak dibutuhkan pengenceran sampel, sedangkan BOD5 selalu membutuhkan pengenceran;
·         Ketelitan dan ketepatan (reprodicibilty) tes COD adalah 2 sampai 3 kali lebih tinggi dari tes BOD5;
·         Gangguan zat yang bersifat racun tidak menjadi masalah.
Sedangkan kekurangan dari tes COD adalah tidak dapat membedakan antara zat yang sebenarnya yang tidak teroksidasi (inert) danzat-zat yang teroksidasi secara biologis. Hal ini disebabkan karena tes COD merupakan suatu analisa yang menggunakan suatu oksidasi kimia yang menirukan oksidasi biologis, sehingga suatu pendekatan saja. Untuk tingkat ketelitian pinyimpangan baku antara laboratorium adalah 13 mg/l. Sedangkan penyimpangan maksimum dari hasil analisa dalam suatu laboratorium sebesar 5% masih diperkenankan.
Chemical Oxygen Demand (COD) dapat dihitung sebagai berikut :
COD sebagai mg O2 = (A – B)N x 8000.
Dimana :
A = ml FAS untuk blanko
B = ml FAS untuk sampel 
N = normalitas FAS
2.3. Metode pengukuran BOD dan COD
Prinsip pengukuran BOD pada dasarnya cukup sederhana, yaitu mengukur kandungan oksigen terlarut awal (DOi) dari sampel segera setelah pengambilan contoh, kemudian mengukur kandungan oksigen terlarut pada sampel yang telah diinkubasi selama 5 hari pada kondisi gelap dan suhu tetap (20 oC) yang sering disebut dengan DO5. Selisih DOi dan DO5 (DOi-DO5) merupakan nilai BOD yang dinyatakan dalam miligram oksigen per liter (mg/L). Pengukuran oksigen dapat dilakukan secara analitik dengancara titrasi (metode Winkler, iodometri) atau dengan menggunakan alatyang disebut DO meter yang dilengkapi dengan probe khusus.
Jadi pada prinsipnya dalam kondisi gelap, agar tidak terjadi proses fotosintesis yang menghasilkan oksigen, dan dalam suhu yang tetap selama lima hari, diharapkan hanya terjadi proses dekomposisi oleh mikroorganime, sehingga yang terjadi hanyalah penggunaan oksigen, dan oksigen tersisa ditera sebagai DO5. Yang penting diperhatikan dalam hal iniadalah mengupayakan agar masih ada oksigen tersisa pada pengamatan hari kelima sehingga DO5 tidak nol. Bila DO5 nol maka nilai BOD tidak dapat ditentukan. Pada prakteknya, pengukuran BOD memerlukan kecermatan tertentu mengingat kondisi sampel atau perairan yang sangat bervariasi, sehingga kemungkinan diperlukan penetralan pH, pengenceran, aerasi, atau penambahan populasi bakteri. Pengenceran dan/atau aerasi diperlukan agar masih cukup tersisa oksigen pada hari kelima. Secara rinci metode pengukuran BOD diuraikan dalam APHA (1989), Umaly dan Cuvin, 1988;Metcalf & Eddy, 1991) atau referensi mengenai analisis air lainnya.
Karena melibatkan mikroorganisme (bakteri) sebagai pengurai bahan organik, maka analisis BOD memang cukup memerlukan waktu. Oksidasi biokimia adalah proses yang lambat. Dalam waktu 20 hari, oksidasi bahan organik karbon mencapai 95 – 99 %, dan dalam waktu 5 hari sekitar 60 – 70% bahan organik telah terdekomposisi (Metcalf & Eddy, 1991). Lima hari inkubasi adalah kesepakatan umum dalam penentuan BOD. Bisa saja BOD ditentukan dengan menggunakan waktu inkubasi yang berbeda, asalkan dengan menyebutkan lama waktu tersebut dalam nilai yang dilaporkan (misal BOD7, BOD10) agar tidak salah dalam interpretasi atau memperbandingkan. Temperatur 20 oC dalam inkubasi juga merupakan temperatur standard. Temperatur 20 oC adalah nilai rata rata temperatur sungai beraliran lambat di daerah beriklim sedang (Metcalf & Eddy, 1991) dimana teori BOD ini berasal. Untuk daerah tropis seperti Indonesia, bisa jadi temperatur inkubasi ini tidaklah tepat. Temperatur perairan tropik umumnya berkisar antara 25 – 30 oC, dengan temperatur inkubasi yang relatif lebih rendah bisa jadi aktivitas bakteri pengurai juga lebih rendah dan tidak optimal sebagaimana yang diharapkan. Ini adalah salah satu kelemahan lain BOD selain waktu penentuan yang lama tersebut.
Metode pengukuran COD sedikit lebih kompleks, karena menggunakan peralatan khusus reflux, penggunaan asam pekat, pemanasan, dan titrasi (APHA, 1989, Umaly dan Cuvin, 1988). Peralatan reflux diperlukan untuk menghindari berkurangnya air sampel karena pemanasan. Pada prinsipnya pengukuran COD adalah penambahan sejumlah tertentu kalium bikromat (K2Cr2O7) sebagai oksidator pada sampel (dengan volume diketahui) yang telah ditambahkan asam pekat dan katalis perak sulfat,kemudian dipanaskan selama beberapa waktu. Selanjutnya, kelebihan kalium bikromat ditera dengan cara titrasi. Dengan demikian kalium bikromat yang terpakai untuk oksidasi bahan organik dalam sampel dapat dihitung dan nilai COD dapat ditentukan. Kelemahannya, senyawa kompleks anorganik yang ada di perairan yang dapat teroksidasi juga ikut dalam reaksi (De Santo, 1978), sehingga dalam kasus-kasus tertentu nilai COD mungkin sedikit ‘over estimate’ untuk gambaran kandungan bahan organik. Bilamana nilai BOD baru dapat diketahui setelah waktu inkubasi lima hari, maka nilai COD dapat segera diketahui setelah satu atau dua jam. Walaupun jumlah total bahan organik dapat diketahui melalui COD dengan waktu penentuan yang lebih cepat, nilai BOD masih tetap diperlukan. Dengan mengetahui nilai BOD, akan diketahui proporsi jumlah bahanorganik yang mudah urai (biodegradable), dan ini akan memberikan gambaran jumlah oksigen yang akan terpakai untuk dekomposisi di perairan dalam sepekan (lima 5 hari) mendatang. Lalu dengan memperbandingkan nilai BOD terhadap COD juga akan diketahui seberapa besar jumlah bahan-bahan organik yang lebih persisten yang ada di perairan.
https://html2-f.scribdassets.com/32ucp04lj41owz0j/images/10-facfb6c79a.jpg
Peralatan reflux untuk pengukuran COD (sumber: Boyd, 1979)


2.4. Prosedur Pengukuran BOD
2.4.1. Prinsip
Pengukuran BOD terdiri dari pengenceran sampel, inkubasi selama 5 hari pada suhu 200C dan pengukuran oksigen terlarut sebelum dan sesudah inkubasi. Penurunan oksigen terlarut selama inkubasi menunjukkan banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh sampel air. Oksigen terlarut dianalisa dengan menggunakan metode titrasi Winkler.
 2.4.2 Pereaksi
a. Larutan Buffer Fosfat 8,5 gr KH7PO4, 21,75 gr K2PO4, 33,4 gr Na2HPO4.7H2O dan MgSO4 serta 1,7 gr NH4Cl dilarutkan dalam 500 ml aquadest dan diencerkan hingga volumenya 1 liter dan pH larutan harus 7,2.
 b. Larutan Magnesium Sulfat 22,5 gr MgSO4.7H2O dilarutkan dan diencerkan dengan aquadest hingga volumenya 1 lt.
c. Larutan Kalsium Klorida 22,5 gr CaCl2 dilarutkan dan diencerkan dengan hingga volumenya 1 lt.
d. Larutan Ferri Klorida 27,5 gr FeCl3 dillarutkan dan diencerkan dengan aquadest hingga volumenya 1 lt.
e. Bibit air kotor (seed) Air limbah domestik yang banyak menggunakan mikrorganisme dan telah diaklimitasi.
f. Pembuatan air pengenceran (AP) 1 ml bibit air kotor (seed) , 1 ml larutan buffer fosfat, 1 ml larutan FaCl3, 1 ml larutan CaCl2 dan 1 ml larutan MgSO4 ditambahkan ke dalam 1 liter aquadest atau aqudem. Lalu aerasi selama 30 menit agar air pengencer jenuh dengan oksigen.
2.4.3. Cara Kerja
Tahapan dalam pemeriksaan BOD terdiri dari :
1. Membuat larutan pengencer yang jenuh oksigen seperti dijelaskan pada pembuatan pereaksi di atas.
2. Menentukan angka pengenceran sampel : Menentukan angka pengenceran dengan berdasarkan literatur atau berdasarkan hasil pengukuran angka permanganat
Contoh menentukan angka pengenceran berdasarkan hasil pengukuran angka permanganate dari contoh air : Jika contoh air menunjukkan angka permanganat 150 mg/l maka air pengencernya adalah sebagai berikut: P1 = 150/3 = 50 x , (10 ml sampel air + 635 ml AP) P2 = 150/5 = 30 x , (22 ml sampel air + 638 ml AP) P3 = 150/7 = 20 x , (33 ml sampel air + 627 ml AP) P4 = 150/10 = 15 x , (45 ml sampel air + 630 ml AP)
3. Melakukan pengenceran Setelah diketahui angka pengenceran dari sampel air tersebut maka dilakukan pengenceran contoh air tersebut dengan air pengencer yang telah disediakan. Banyaknya air pengencer yang ditambahkan tergantukng pada angka pengenceran tersebut (lihat contoh perhitungan di atas). Setelah diencerkan, masukkan ke dalam 2 buah botol BOD yang telah dikalibrasi volumenya. Salah satu botol BOD tersebut disimpan dalam inkubator 200C selama 5 hari, sedangkan botol BOD yang lainnya diperiksa kandungan oksigen terlarutnya dengan metode titrasi Winkler. Untuk percobaan blanko disiapkan 6 botol BOD. Masing-masing botol diisi dengan air pengencer. Tiga botol pertama diinkubasikan selama 5 hari pada temperatur 200C. Sedangkan tiga botol lainnya ditentukan kandungan oksigennya (DO).
4. Pemeriksaan oksigen terlarut Pemeriksaan oksigen terlarut dapat dilakukan dengan menggunakan alat DO meter atau dengan metode titrasi Winkler , seperti dijerlaskan dalam bab sebelumnya ( Bab 6. )
2.4.4 Perhitungan
BOD 5hari, 200C (mg/l) = { ( D1 – D2) – ( B1 – B2) } x f x P
Keterangan : D1 : DO 0 hari contoh air (mg/l) D2 : DO 5 hari contoh air (mg/l) B1 : DO 0 hari blanko (mg/l) B2 : DO 5 hari blanko (mg/l) P : angka pengenceran f : koreksi untuk seeding
Catatan Karena dilakukan 3 variasi pengenceran , maka akan diperoleh hasil pengukuran BOD sebanyak 3 angka BOD yang berbeda-beda. Jika hasil pengukuran antara pengenceran yang satu dengan yang lainnya berbeda jauh, maka diambil hasil pengukuran dengan criteria sebagai berikut:
a. DO 5 hari dari contoh air harus lebih besar dari 0,5 mg/l
b. Penurunan DO antara DO o hari dan DO 5 hari sebesar 30% - 70% Pengawetan sampel dilakukan dengan cara pendinginan, dan waktu penyimpanan maksimum adalah 48 jam (2 hari). blangko dalam seeding vol sampel dalam seeding vol f ..
2.5. Prosedur Pengukuran COD
2.5.1 Metode Refluks Terbuka (Open Reflux)
2.5.1.1. Prinsip Pengukuran
Senyawa organik dalam air dioksidasi oleh larutan Kalium dikromat dalam suasana asam sulfat pada temperatur 1500C. Kelebihan Kalium dikromat dititrasi oleh larutan ferro ammonium sulfat (FAS) dengan indikator ferroin.
2.5.1.2 Pereaksi
a. Larutan Standar Kalium dikromat 0,25 N 12,259 gr K2Cr2O7 p.a. yang telah dipanaskan pada temperatur 1050C selama 1 jam ditimbang dengan teliti dan diencerkan dengan aquadest hingga volumenya tepat 1 lt.
b. Pereaksi asam sulfat - perak sulfat 5,5 gr Ag2SO4 dimasukkan ke dalam 1 kg H2SO4 pekat dan dibiarkan selama 1 atau 2 hari untuk melarutkan serbuk tersebut.
c. Larutan indikator ferroin 1,485 gr 1,1-phenantrolin monohidrat dan 695 mg FeSO4.7H2O dilarutkan dalam aquadest dan diencerkan hingga volumenya 100 ml. Indikator ini harus dibuat baru.
d. Larutan Ferro Ammonium Sulfat 0,25 N ( FAS) 98 gr Fe(NH4)2(SO4).6H2O dilarutkan dalam aquadest. Kemudian tambahkan 20 ml H2SO4 pekat dan encerkan hingga volumenya 1 lt. Larutan ini harus distandarisasi setiap hari dengan cara sebagai berikut: 10 ml larutan standar K2Cr2O7 0,25 N diencerkan dengan aquadest hingga 100 ml, tambahkan 10 ml H2SO4 pekat dan dinginkan. Titrasi dengan larutan standar FAS menggunakan 2 atau 3 tetes indikator ferroin. Normalitas FAS = ml K2Cr2O7 x Normalitas K2Cr2O7 ml FAS
e. Merkuri Sulfat Digunakan serbuk HgSO4 p.a.


2.5.1.3. Cara Kerja
a. 20 ml contoh air dimasukkan ke dalam labu refluks, tambahkan 0,4 gr serbuk HgSO4 (penambahan merkuri sulfat tergantung konsentrasi klorida (perbandingan HgSO4 : Cl = 10 : 1).
 b. Tambahkan 10 ml larutan K2Cr2O7 0,25 N dan 30 ml pereaksi H2SO4 pekat
. c. Labu refluks dipasang pada kondensor dan dipanaskan selama 2 jam mendidih. Setelah dingin, kondensor dibilas dengan aquadest. Labu refluks dilepas dari kondensor, lalu encerkan dengan aquadest hingga volumenya 140 ml.
d. Setelah dingin, titrasi dengan larutan FAS 0,1 N menggunakan 2 atau 3 tetes indikator ferroin hingga terjadi perubahan warna dari hijau menjadi merah coklat.
e. Diperlukan percobaan blanko dengan aquadest sebagai sampel, dengan cara kerja seperti di atas.
f. Untuk sampel yang mengandung zat organik tinggi atau rendah digunakan volume sampel bervariasi. Tabel berikut akan menampilkan volume sampel dan pereaksi untuk mendapatkan hasil analisa yang akurat :
Tabel Variasi volume contoh air dan K2Cr2O7
Vol. Contoh (ml)
Vol. K2Cr2O7 (ml)
Vol. H2SO4 (ml)
Gram HgSO4
Norma litas .FAS ( N )
Penambahan air sampai dengan volume akhir (ml)
10,0
5,0
15
0,20
0,05
70
20,0
10,0
30
0,40
0,10
140
30,0
15,0
45
0,60
0,15
210
40,0
20,0
60
0,80
0,20
280
50,0
25,0
75
1,00
0,25
350




2.5.1.4. Perhitungan
COD sebagai mg O2/L = ( A – B ) C x 8 x 1000 ml contoh air
Dimana : A = ml FAS untuk blangko B = ml FAS untuk sampel C = Normalitas FAS 8 = Berat Ekivalen O2
2.5.2. Metode : Metode Refluk Tertutup
2.5.2.1. Peralatan
a. Tabung digestion. Terbuat dari gelas jenis borosilikat dengan ukuran
16 x 100 mm, 19 x 150 mm, 25 x 150 mm, denga tutup plastik TFE .

b. Heating block . Terbuat dari alumunium dengan kedalaman lubangnya 45 –50 mm, yang dapat dioperasikan pada suhu 150 oC .

2.5.2.2. Pereaksi.
a. Larutan standar kalium dikromat 0,0167 M ( 0,1 N). Dipanaskan kristal K2Cr2O7 pada suhu 103oC selama 2 jam. Ditimbang dengan teliti 4,913 gram K2Cr2O7 kemudian dilarutkan dalam aquadest , kemudian ditambah 167 ml H2SO4 pekat dan 33, 3 gram kristal HgSO4 , setelah dingin diencerkan denganaquadest sampai volumenya tepat 1 liter.

b. Pereaksi asam sulfat. Tambahkan 5,5 gram kristal Ag2SO4 dalam 1 kg H2SO4 pekat ( kira-kira 550 ml). Dibiarkan 1-2 hari untuk melarutkan silver sulfat.

c. Larutan indikator ferroin. Dilarutkan 1,485 gram 1,10- fenantrolin monohidrat dan 695 mg FeSO4. 7H2O dalam aquadest dan diencerkan sampai volumenya tepat 100 ml.

d. Larutan ferro sukfat (FAS) 0, 10 M . Dilarutkan 39,2 gram Fe (NH4)2(SO4)2. 6 H2O dalam aquadest . Kemudian ditambah 20 ml H2SO4 pekat, dinginkan dan diencerkan dengan aquadest sampai volumenya tepat 1 liter. Larutan ini harus distandarkan terhadap larutan standar primer K2Cr2O7.

e. Larutan standar kalium hidrogen ftalat (s(lar. Standar COD). Keringkan kalium hidrogen ftalat pada suhu 120 oC . Kemudian ditimbang dengan teliti 425 mg dan dilarutkan dalam aquadest , kemudian diencerkan sampai volumenya tepat 1 liter . secara teoritis , larutan ini 1 ml larutan ini akan memebrikan harga COD sebesar 0,500 mg O2. ( 1,176 mg COD/ mg kalium hidrogen ftalat) .

Larutan ini stabil selama 3 bulan jika tidak ada pertumbuhan mikroorganisme
2.5.2.3. Cara kerja
a. Tabung digestion yang telah bersih dibilas dengan larutan H2SO4 20% sebelum digunakan. Kemudian contoh air dimasukkan ke dalam tabung digestion tersebut dengan ketentuan volume seperti dicantumkan dalam tabel 18.2.
b. Kemudian tabung ditutup dengan rapat, dikcok hingga bercampur dengan sempurna (hati-hati dalam mengocok, karena asam sulfat pekat). Tabung digestion dipanasakan dalam heating block pada suhu 105oC selama 2 jam . dinginkan sampai temperatur kamar.
Tabel 28.2. Volume contoh air dan pereaksi pada berbagai ukuran tabung digestion
Ukuran tabung digestion
Volume contoh air (ml)
Volume K2Cr2O7 (ml)
Volume asam sulfat (ml)
Penambahan air sampai Volume akhir (ml )
16 x 100 mm
2,5
1,5
3,5
7,5
20 x 150 mm
5,0
3,0
7,0
15
25 x 150 mm
10,0
6,0
14,0
30,0

c. Kemudian dipindahkan ke dalam labu erlenmeyer kecil secara kuantitatif, dengan menggunakan aquadest sebagai pembilas sampai volume akhir seperti dicantumkan pada Tabel 18.2. Kemudian dimasukkan magnetic stirring bar, tambah 0,05 – 0,10 ml larutan indikator ferroin . Titrasi dilakukan dengan larutan FAS 0,10 M sambil dikocok dengan magnetik stirring .
d. Titik akhir titrasi diperlihatkan dengan perubahan warna dari kuning- hijau kemudian merah, titrasi dihentikan pada saat terjadi perubahan warna merah.
 e. Lakukan percobaan blanko dengan menggunakan aquadest dan dikerjakan sama seperti di atas.
2.5.2.4. Perhitungan
COD sebagai mg O2/L = ( A – B ) C x 8 x 1000 ml contoh air
Dimana : A = ml FAS untuk blangko B = ml FAS untuk sampel C = Normalitas FAS 8 = Berat Ekivalen O2
Catatan
Untuk mengukur kelebihan kalium kromat, selain dapat dilakukan dengan metode titrasi seperti di atas , juga dapat dilakukan dengan mengunakan spectrofotometer dengan cara pengukuran warna larutan pada panjang gelombang 600 nm.
Untuk pengukuran dengan spectrophotometer , perlu kurva kalibrasi yang dibuat dengan cara menggunakan larutan COD sintetik ((larutan kalium hidrogen ftalat). Kurva kalibrasi dibuat dengan range konsentrasi antara 20 – 900 mg/l COD.
2.6. BOD dan COD sebagai Parameter Pengolahan Air Limbah dan Pada Kualitas Air
Dalam pengolahan air limbah industri dikenal 3 parameter utama yaitu: Oksigen terlarut (OT) atau Dissolved Oxygen (DO), Kebutuhan Oksigen Biologis (KOB) atau Biologycal Oxygen Demand (BOD) dan Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK) atau Chemical Oxygen Demand (COD).
Oksigen terlarut (OT) atau Dissolved Oxygen (DO)
Oksigen merupakan parameter yang sangat penting dalam air. Sebagian besar makhluk hidup dalam air membutuhkan oksigen untuk mempertahankan hidupnya, baik tanaman maupun hewan air, bergantung kepada oksigen yang terlarut. Ikan merupakan makhluk air dengan kebutuhan oksigen tertinggi, kemudian invertebrata, dan yang terkecil kebutuhan oksigennya adalah bakteri.
Keseimbangan oksigen terlarut (OT) dalam air secara alamiah terjadisecara bekesinambungan. Mikoorganisme sebagai makhluk terkecil dalam air, untuk pertumbuhannya membutuhkan sumber energi yaitu unsur karbon (C) yang dapat diperoleh dari bahan organik yang berasal dari tanaman, ganggang yang mati, maupun oksigen dari udara.
Bahan organik tersebut oleh mikroorganisme akan diuraikan menjadi karbon dioksida (CO2) dan air (H2O). CO2 selanjutnya dimanfaatkan oleh tanaman dalam air untuk proses fotosintesis membentuk oksigen, dan seterusnya. Oksigen yang dimanfaatkan untuk proses penguraian bahan organik tersebut akan diganti oleh oksigen yang masuk dari udara maupun dari sumber lainnya secepat habisnya oksigen terlarut yang digunakan oleh bakteri atau dengan kata lain oksigen yang diambil oleh biota air selalu setimbang dengan oksigen yang masuk dari udara maupun dari hasil fotosintesa tanaman air.
Apabila pada suatu saat bahan organik dalam air menjadi berlebih sebagai akibat masuknya limbah aktivitas manusia (seperti limbah organik dari industri), yang berarti suplai karbon (C) melimpah, menyebabkan kecepatan pertumbuhan mikroorganisme akan berlipat ganda, yang berati juga meningkatnya kebutuhan oksigen, sementara suplai oksigen dari udara jumlahnya tetap. Pada kondisi seperti ini, kesetimbangan antara oksigen yang masuk ke air dengan yang dimanfaatkan oleh biota air tidak setimbang, akibatnya terjadi defisit oksigen terlarut dalam air. Bila penurunan oksigen terlarut tetap berlanjut hingga nol, biota air yang membutuhkan oksigen (aerobik) akan mati, dan digantikan dengan tumbuhnya mikroba yang tidak membutuhkan oksigen atau mikroba anerobik. Sama halnya dengan mikroba aerobik, mikroba anaerobik juga akan memanfatkan karbon dari bahan organik. Dari respirasi anaerobik ini terbentuk gas metana (CH4) disamping terbentuk gas asam sulfida (H2S) yang berbau busuk.
https://html1-f.scribdassets.com/32ucp04lj41owz0j/images/12-dd21610f92.jpg
Masuknya zat terlarut lain dalam air mengganggu kelarutan oksigen dalam air


BOD dan COD Dalam Menentukan Kualitas Air
Untuk menentukan tingkat penurunan kualitas air dapat dilihat dari penurunan kadar oksigen terlatut (OT) sebagai akibat masuknya bahan organik dari luar, umumnya digunakan uji BOD dan atau COD. Salah satu cara untuk mengetahui seberapa jauh beban cemaran pada air limbah adalah dengan mengukur COD (Chemical Oxygen Demand). Semakin tinggi nilai COD, berarti semakin tinggi pula beban cemaran yang ada pada limbah cair tersebut (Masturi, 1997). Apabila kandungan zat-zat organik dalam limbah tinggi, maka semakin banyak oksigen yang dibutuhkan untuk mendegradasi zat-zat organik tersebut, sehingga nilai BOD dan COD limbah akan tinggi pula. Oleh karena itu untuk menurunkan nilai BOD dan COD limbah, perlu dilakukan pengurangan zat-zat organik yang terkandung di dalam limbah sebelum dibuang ke perairan.
Biological Oxygen Demand (BOD) atau kebutuhan oksigen biologis (KOB) menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh mikroorganisme hidup untuk memecah atau mengoksidasi bahan organik dalam air. Oleh karena itu, nilai BOD bukanlah merupakan nilai yang menujukkan jumlah atau kadar bahan organik dalam air, tetapi mengukur secara relative jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk mengoksidasi atau menguraikan bahan-bahan organik tersebut. BOD tinggi menunjukkan bahwa jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk mengoksidasi bahan organik dalam air tersebut tinggi, berarti dalam air sudah terjadi defisit oksigen. Banyaknya mikroorganisme yang tumbuh dalam air disebabkan banyaknya makanan yang tersedia (bahan organik), oleh karena itu secara tidak langsung BOD selalu dikaitkan dengan kadar  bahan organik dalam air. Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan dan untuk mendesain sistem pengolahan secara biologis (G. Alerts dan SS Santika, 1987).
BOD5 merupakan penentuan kadar BOD baku yaitu pengukuran jumlah oksigen yang dihabiskan dalam waktu lima hari oleh mikroorganisme pengurai secara aerobic dalam suatu volume air pada suhu 20 derajat Celcius. BOD5 500mg/liter (atau ppm) berarti 500 mgram oksigen akan dihabiskan oleh mikroorganisme dalam satu liter contoh air selama waktu lima hari padas uhu 20 derajat Celcius. Beberapa dasar yang sering digunakan untuk menentukan kualitas air dilihat dari kadar BOD erat kaitannya dengan BOD adalah COD. COD adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organis yang ada dalam 1 liter sampel air, dimana pengoksidasi K2,Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent) (G. Alerts dan SS Santika, 1987). Dalam bahan buangan, tidak semua bahan kimia organik dapatdiuraikan oleh mikroorganisme secara cepat. Bahan organik dalam air bersifat:
·         Dapat diuraikan oleh bakteri (biodegradasi) dalam waktu lima hari
·         Bahan organik yang tidak teruraikan oleh bakteri dalam waktu lima hari
·         Bahan organik yang tidak mengalami biodegradasi
Uji COD ini meliputi semua bahan organik di atas, baik yang dapat diuraikan oleh mikroorganisme maupun yang tidak dapat diuraikan. Oleh karena itu hasil uji COD akan lebih tinggi dari hasil uji BOD. Parameter lainnya yang digunakan untuk mengukur kadar bahan pencemar antara lain :
TSS (Total Suspended Solid)
TSS adalah jumlah berat dalam mg/liter kering lumpur yang ada dalam limbah setelah mengalami penyaringan dengan membrane berukuran 0,45 mikron (Sugiharto, 1987). Penentuan zat padat tersuspensi (TSS) berguna untuk mengetahui ke kuatan pencemaran air limbah domestik, dan juga berguna untuk penentuan efisiensi unit pengolahan air (BAPPEDA, 1997).
MPN Coliform
Untuk mengetahui jumlah Coliform didalam contoh biasanya digunakan metode MPN (Most Probable Number) dengan cara fermentasi tabung ganda. Metode ini lebih baik bila dibandingkan dengan metode hitungan cawan karena lebih sensitif dan dapat mendeteksi Coliform dalam jumlah yang sangat rendah di dalam contoh.
Prosedur Pemeriksaan BOD, COD, TSS, MPN Coliform adalah sebagai berikut:
Pemeriksaan Biological Oxygen Demand (BOD)
Menggunakan metode pemeriksaan Winkler (Titrasi di Laboratorium). Prinsip analisis: Pemeriksaan parameter BOD didasarkan pada reaksi oksidasi zat organik dengan oksigen di dalam air dan proses tersebut berlangsung karena adanya bakteri aerobik. Untuk menguraikan zat organik memerlukan waktu ± 2 hari untuk 50% reaksi, 5 hari untuk 75% reaksi tercapai dan 20 hari untuk 100% reaksi tercapai. Dengan kata lain tes BOD berlaku sebagai simulasi proses biologi secara alamiah, mula-mula diukur DO nol dan setelah mengalami inkubasi selama 5 hari pada suhu 20 °C atau 3 hari pada suhu 25°C–27°C diukur lagi DO air tersebut. Perbedaan DO air tersebut yang dianggap sebagai konsumsi oksigen untuk proses biokimia akan selesai dalam waktu 5 hari dipergunakan dengan anggapan segala proses biokimia akan selesai dalam waktu 5 hari, walau sesungguhnya belum selesai.
Pemeriksaan Chemical Oksigen Demand (COD)
Menggunakan metode Pemeriksaan : tanpa refluks (Titrasi di Laboratorium) Prinsip Analisis: Pemeriksaan parameter COD ini menggunakan oksidator potasium dikromat yang berkadar asam tinggi dan dipertahankan pada temperatur tertentu. Penambahan oksidator ini menjadikan proses oksidasi bahan organik menjadiair dan CO2, setelah pemanasan maka sisa dikromat diukur. Pengukuran ini dengan jalan titrasi, oksigen yang ekifalen dengan dikromat inilah yang menyatakan COD dalam satuan ppm.
Total Suspended Solid (TSS)
Menggunakan metode gravimetri. Prinsip Analisa yaitu: Total Suspended Solid adalah semua zat terlarut dalam air yang tertahan membran saring yang berukuran 0,45 mikron. Kemudian dikeringkan dalam oven pada temperatur 103°C–105°C, hingga diperoleh berat tetap. Partikel yang sama besar, partikel yang mengapung dan zat-zat yang menggumpal yang tidak tercampur dalam air, terlebih dahulu dipisahkan sebelum pengujian.
Penentuan Jumlah MPN Coliform
Menggunakan prinsip kerja aseptis yaitu pemeriksaan bakteriologis air  bersih ditujukan untuk melihat adanya kemungkinan pencemaran oleh kotoran maupun tinja. Bakteri yang termasuk jenis coliform antara lain Eschericia coli, Aerobacter aerogenes, dan Eschericia freundii. Sifat bakteri golongan coliform adalah berbentuk batang, tidak dapat membentuk spora, gram negatif, hidup aerob atau anaerob fakultatif, dan dapat meragikan laktosa dengan membentuk gas.




BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari makalah ini adalah sebagai berikut:
·         COD, singkatan dari Chemical Oxygen Demand, atau kebutuhan oksigen kimia untuk reaksi oksidasi terhadap bahan buangan di dalam air.
·         BOD singkatan dari Biological Oxygen Demand, atau kebutuhan oksigen biologis untuk memecah bahan buangan di dalam air oleh mikroorganisme.
·         BOD dan COD merupaan dua dari tiga parameter utama yang digunakan untuk mengukur kadar bahan pencemar. Parameter utama lain yaitu Dissolved Oxygen (DO).
·         COD akan lebih tinggi dari hasil uji BOD karena uji COD meliputi semua bahan organik, baik yang dapat diuraikan oleh mikroorganisme maupun yang tidak dapat diuraikan.
3.2. Saran
Penulis menyarankan dalam menganalisis zat pencemar apabila nilai BOD dan COD suatu perairan masih normal atau memenuhi baku mutu, belum dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi pencemaran, bila parameter kunci lainnya tidak diketahui. Karena bila parameter lainnya telah meningkat dan melebihi baku mutu, maka berarti ada indikasi pencemaran di perairan






DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. BOD dan COD.
A.R Agnes & Azizah R. 2005. Perbedaan Kadar BOD, COD, TSS dan MPN Coliform Pada Air Limbah, Sebelum dan Sesudah Pengolahan di RSUD Nganjuk.
Arianto, Erik. 2008. Pengertian COD dan BOD.
Fatha, A’tina. 2007. Pemanfaatan Zeolit Aktif Untuk Menurunkan BOD dan COD Limbah Tahu.
G, Pal.2009.OD, BOD, COD
BOD dan COD Sebagai Parameter Pencemaran Air dan Baku Mutu Air Limbah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar