BOD DAN COD
TUGAS PRE-REQUISITE LABORATORIUM LINGKUNGAN

Oleh :
Cretaceous Fadhal Bamahry 25314301
Agung Waskito 25714307
PROGRAM MAGISTER TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kehidupan
mikroorganisme, seperti ikan dan hewan air lainnya, tidak terlepas dari
kandungan oksigen yang terlarut di dalam air, tidak berbeda dengan
manusia dan mahluk hidup lainnya yang ada di darat, yang juga memerlukan oksigen
dari udara agar tetap dapat bertahan. Air yang tidak mengandung oksigen
tidak dapat memberikan kehidupan bagi mikroorganisme, ikan dan hewan air
lainnya. Oksigen yang terlarut di dalam air sangat penting artinya bagi
kehidupan. Untuk memenuhi kehidupannya, manusia tidak hanya tergantung pada
makanan yang berasal dari daratan saja (beras, gandum, sayuran, buah, daging,
dll), akan tetapi juga tergantung pada makanan yang berasal dari air (ikan,
kerang, cumi-cumi, rumput laut, dll).
Tanaman
yang ada di dalam air, dengan bantuan sinar matahari, melakukan fotosintesis
yang menghasilkan oksigen. Oksigen yang dihasilkan dari fotosintesis ini akan
larut di dalam air. Selain dari itu, oksigen yang adadi udara dapat juga masuk
ke dalam air melalui proses difusi yang secara lambat menembus permukaan air.
Konsentrasi oksigen yang terlarut di dalam air tergantung pada tingkat
kejenuhan air itu sendiri. Kejenuhan air dapat disebabkan oleh koloidal yang
melayang di dalam air oleh jumlah larutan limbah yang terlarut di dalam air.
Selain dari itu suhu air juga mempengaruhi konsentrasi oksigen yang terlarut di
dalam air. Tekanan udara dapat pula mempengaruhi kelarutan oksigen di dalam
air. Tekanan udara dapat pula mempengaruhi kelarutan oksigen di dalam air
karena tekanan udaram empengaruhi kecepatan difusi oksigen dari udara ke dalam
air.
Kemajuan
industri dan teknologi seringkali berdampak pula terhadap keadaan air
lingkungan, baik air sungai, air laut, air danau maupun air tanah. Dampak ini
disebabkan oleh adanya pencemaran air yang disebabkan oleh berbagai hal
seperti yang telah diuraikan di muka. Salah satu cara untuk menilai
seberapa jauh air lingkungan telah tercemar adalah dengan melihat kandungan
oksigen yang terlarut di dalam air.
Pada
umumnya air lingkungan yang telah tercemar kandungan oksigennya sangat rendah.
Hal itu karena oksigen yang terlarut di dalam air diserap oleh
mikroorganisme untuk memecah/mendegradasi bahan buangan organik sehingga
menjadi bahan yang mudah menguap (yang ditandai dengan bau busuk). Selain
dari itu, bahan buangan organik juga dapat bereaksi dengan oksigen yang
terlarut di dalam air organik yang ada di dalam air, makin sedikit sisa
kandungan oksigen yang terlarut di dalamnya. Bahan buangan organik
biasanya berasal dari industri kertas, industri penyamakan kulit, industri
pengolahan bahan makanan (seperti industri pemotongan daging, industri
pengalengan ikan, industri pembekuan udang, industri roti, industri susu,
industri keju dan mentega), bahan buangan limbah rumah tangga, bahan buangan
limbah pertanian, kotoran hewan dan kotoran manusia dan lain sebagainya.
Dengan
melihat kandungan oksigen yang terlarut di dalam air dapat ditentukan seberapa
jauh tingkat pencemaran air lingkungan telah terjadi. Cara yang ditempuh untuk
maksud tersebut adalah dengan uji BOD dan COD. Dalam makalah ini akan dibahas
mengenai pengertian COD dan BOD serta bagaimana metode pengukuran dan fungsi
COD dan BOD sebagai parameter dalam perairan terutama dalam menentukan
kualitas air serta pencemaran yang terjadi.
1.2. Tujuan
Tujuan
penulisan makalah ini yaitu mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan
Biological Oxygen Demand (BOD)
dan Chemical Oxygen Demand (COD).
1.3. Batasan Masalah
Batasan
masalah yang kami bahas dalam makalah ini adalah mengenai pengertian Biological Oxygen Demand (BOD) dan
Chemical Oxygen Demand (COD).
1.4. Metode Penulisan
Adapun
metode penulisan yang penulis gunakan adalah metode kepustakaan. Yaitu diambil
dari literatur-literatur dari internet yang relevan.
BAB II
BOD dan COD
2.1. Biological Oxygen Demand (BOD)
BOD
merupakan parameter yang umum dipakai untuk menentukan tingkat pencemaran bahan
organik pada air limbah. BOD yaitu banyaknya oksigen yang dibutuhkan bakteri
aerobik untuk menguraikan bahan organik di dalam air melalui proses oksidasi
biologis (biasanya dihitung selama waktu 5 hari pada suhu 20 oC).
Semakin tinggi nilai BOD di dalam air limbah, semakin tinggi pula tingkat
pencemaran yang ditimbulkan.
Biological Oxygen Demand
(BOD) adalah suatu analisis empiris yang mencoba mendekati secara global proses
mikrobiologis yang benar- benar terjadi di dalam air. Angka BOD adalah
jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan (mengoksidasikan)
hampir semua zat organis yang terlarut dan sebagian zat organis yang
tersuspensi dalam air. Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan
beban pencemaran akibat air buangan penduduk atau industri, dan untuk
mendisain sistem pengolahan biologis bagi air yang tercemar tersebut.
Penguraian zat organis adalah peristiwa alamiah. Apabila sesuatu badan air
dicemari oleh zat organis, bakteri dapat menghabiskan oksigen terlarut dalam
air selama proses oksidasi tersebut yang bisa mengakibatkan kematian ikan.
Keadaan menjadi anaerobik dan dapat menimbulkan bau busuk pada air.
Pemeriksaan
BOD didasarkan atas reaksi oksidasi zat organis dengan oksigen di dalam air,
dan proses tersebut berlangsung karena adanya bakteri aerob. Sebagai hasil
oksidasi akan terbentuk karbon dioksida, air dan reaksi oksidasi dapat
dituliskan sebagai berikut:
CnHaObNc
+ (n + a/4 – b/2 -3c/4) O2 à
nCO2 + (a/2 – 3c/2) + H2O + cNH3
Atas
dasar reaksi tersebut, yang memerlukan kira-kira 2 hari dimana 50% reaksi telah
tercapai, 5 hari supaya 75 % dan 20 hari supaya 100% tercapai maka pemeriksaan
BOD dapat dipergunakan untuk menaksir beban pencemaran zat organis.
BOD
merupakan salah satu indikator yang menyatakan dampak biologis dari
jasad organik yang hidup di air, dan merupakan salah satu parameter
kualitas air. Kajian mengenai parameter kualitas air telah
banyak dilakukan, namun untuk parameter BOD belum banyak studi yang
dilakukan khususnya menggunakan data citra Landsat. Model perhitungan BOD ini dikembangkan
dari model perhitungan parameter kualitas air antara lain, dari pengertian
dasar tentang kelarutan oksigen di air yang bergantung pada temperatur.
2.2. Chemical Oxygen Demand (COD)
COD
juga merupakan parameter yang umum dipakai untuk menentukan tingkat
pencemaran bahan organik pada air limbah. COD adalah banyaknya oksigen
yang dibutuhkan untuk mengoksidasi secara kimia bahan organik di dalam air. Uji
COD dapat dilakukan lebih cepat dari pada uji BOD, karena waktu yang diperlukan
hanya sekitar 2 jam.
Chemical Oxygen Demand
(COD) atau Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK) adalah jumlah oksigen (mg O2)
yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organis yang ada dalam 1 liter
sampel air. Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organis
yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis, dan
mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air.
Oksigen terlarut adalah banyaknya
oksigen yang terkandung di dalamair dan diukur dalam satuan ppm. Oksigen yang
terlarut ini dipergunakan sebagai tanda derajat pengotor air baku. Semakin
besar oksigen yang terlarut, maka menunjukkan derajat pengotoran yang relatif
kecil. Rendahnya nilaioksigen terlarut berarti beban pencemaran meningkat
sehingga koagulan yang bekerja untuk mengendapkan koloida harus bereaksi dahulu
dengan polutan-polutan dalam air menyebabkan konsusmsi bertambah.
Chemical Oxygen Demand
(COD) yaitu jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk
mengoksidasi zat-zat organis yang ada dalam sampel air dimana peoksidasi K2Cr2O7
digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing
agent). Angka yang ditunjukkan COD merupakan ukuran bagi pencemaran air
dari zat-zat organik yang secara alamiah dapat mengoksidasi melalui proses
mikrobiologis dan dapat juga mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut dalam
air. Sebagian besar zat organis melalui tes COD ini dioksidasi oleh larutan K2Cr2O7 dalam
keadaan asam yang mendidih. Adapun reaksiyang terjadi:
CaHbOc
+ Cr2O72-
+ H+ à
CO2 + H2O + 2 Cr3+
Zat
organis Ag2SO4 warna hijau.
Perak Sulfat Ag2SO4
ditambahkan
sebagai katalisator untuk mempercapat reaksi. Sedangkan merkuri sulfat ditambahkan
untuk menghilangkan gangguan klorida yang umumnya terdapat di dalam
air buangan. Untuk memastikan bahwa hampir semua zat organis
hampir teroksidasi maka zat pengoksidasi K2Cr2O7
yang sesudah direfluks masih harus tersisa. K2Cr2O7
yang tersisa dalam larutan tersebut digunakan untuk menentukan
berapa oksigen yang telah terpakai. Sisa K2Cr2O7 tersebut
ditentukan melalui titrasi dengan ferro amonium sulfat (FAS).
Indikator ferroin yang digunakan akhir titrasi yitu saat warna hijau-biru
larutan menjadi coklat-merah. Analisis COD berbeda dengan analisa BOD, namun
perbandingan antar angka COD dengan angka BOD dapat ditentukan, seperti pada
tabel 2.1.
Tabel
2.1 Perbandingan Rata-Rata Angka BOD5/COD Untuk Beberapa Jenis Air.
|
Jenis Air
|
BOD5/COD
|
|
Air buangan domestik
|
0,40 – 0,60
|
|
Air buangan domestik setelah
pengendapan primer
|
0,60
|
|
Air buangan setelah pengolahan
secara biologis
|
0,20
|
|
Air sungai
|
0,10
|
Dalam
analisa COD, kadar klorida (Cl-) sampai 2000 mg/l di dalam sampel
dapat menjadi gangguan karena mengganggu kerjanya kualitas Ag2SO4,
dan pada keadaan tertentu turut teroksidasi oleh dikromat, sesuai dengan reaksi
berikut:
6
Cl- + Cr2O72- + 14 H+ à
3 Cl2 + 2 Cr3+ + 7 H2O.
Gangguan
ini dapatdihilangkan dengan penambahan HgSO4pada sample.
Adapun
keuntungan dengan penambahan tes COD dibandingkan tes BOD5, antara
lain:
·
Memakan waktu ±3 jam,
sedangkan BOD5 memakan waktu 5 hari;
·
Untuk menganalisa COD antara
50-800 mg/l, tidak dibutuhkan pengenceran sampel, sedangkan BOD5
selalu membutuhkan pengenceran;
·
Ketelitan dan ketepatan (reprodicibilty) tes COD adalah 2 sampai
3 kali lebih tinggi dari tes BOD5;
·
Gangguan zat yang
bersifat racun tidak menjadi masalah.
Sedangkan
kekurangan dari tes COD adalah tidak dapat membedakan antara zat yang
sebenarnya yang tidak teroksidasi (inert) danzat-zat yang teroksidasi secara
biologis. Hal ini disebabkan karena tes COD merupakan suatu analisa yang
menggunakan suatu oksidasi kimia yang menirukan oksidasi biologis, sehingga
suatu pendekatan saja. Untuk tingkat ketelitian pinyimpangan baku antara
laboratorium adalah 13 mg/l. Sedangkan penyimpangan maksimum dari hasil
analisa dalam suatu laboratorium sebesar 5% masih diperkenankan.
Chemical Oxygen Demand
(COD) dapat dihitung sebagai berikut :
COD
sebagai mg O2 = (A – B)N x 8000.
Dimana
:
A
= ml FAS untuk blanko
B
= ml FAS untuk sampel
N
= normalitas FAS
2.3. Metode pengukuran
BOD dan COD
Prinsip
pengukuran BOD pada dasarnya cukup sederhana, yaitu mengukur kandungan oksigen
terlarut awal (DOi) dari sampel
segera setelah pengambilan contoh, kemudian mengukur kandungan oksigen
terlarut pada sampel yang telah diinkubasi selama 5 hari pada kondisi gelap dan
suhu tetap (20 oC) yang sering disebut dengan DO5.
Selisih DOi dan DO5 (DOi-DO5) merupakan nilai BOD
yang dinyatakan dalam miligram oksigen per liter (mg/L). Pengukuran
oksigen dapat dilakukan secara analitik dengancara titrasi (metode Winkler,
iodometri) atau dengan menggunakan alatyang disebut DO meter yang dilengkapi
dengan probe khusus.
Jadi
pada prinsipnya dalam kondisi gelap, agar tidak terjadi proses fotosintesis
yang menghasilkan oksigen, dan dalam suhu yang tetap selama lima hari,
diharapkan hanya terjadi proses dekomposisi oleh mikroorganime, sehingga yang
terjadi hanyalah penggunaan oksigen, dan oksigen tersisa ditera sebagai DO5.
Yang penting diperhatikan dalam hal iniadalah mengupayakan agar masih ada
oksigen tersisa pada pengamatan hari kelima sehingga DO5 tidak nol.
Bila DO5 nol maka nilai BOD tidak dapat ditentukan. Pada prakteknya,
pengukuran BOD memerlukan kecermatan tertentu mengingat kondisi sampel atau
perairan yang sangat bervariasi, sehingga kemungkinan diperlukan penetralan pH,
pengenceran, aerasi, atau penambahan populasi bakteri. Pengenceran dan/atau
aerasi diperlukan agar masih cukup tersisa oksigen pada hari kelima. Secara
rinci metode pengukuran BOD diuraikan dalam APHA (1989), Umaly dan Cuvin,
1988;Metcalf & Eddy, 1991) atau referensi mengenai analisis air lainnya.
Karena
melibatkan mikroorganisme (bakteri) sebagai pengurai bahan organik, maka
analisis BOD memang cukup memerlukan waktu. Oksidasi biokimia adalah
proses yang lambat. Dalam waktu 20 hari, oksidasi bahan organik karbon mencapai
95 – 99 %, dan dalam waktu 5 hari sekitar 60 – 70% bahan organik telah
terdekomposisi (Metcalf & Eddy, 1991). Lima hari inkubasi adalah
kesepakatan umum dalam penentuan BOD. Bisa saja BOD ditentukan dengan
menggunakan waktu inkubasi yang berbeda, asalkan dengan menyebutkan lama waktu
tersebut dalam nilai yang dilaporkan (misal BOD7, BOD10)
agar tidak salah dalam interpretasi atau memperbandingkan. Temperatur 20 oC
dalam inkubasi juga merupakan temperatur standard. Temperatur 20 oC
adalah nilai rata rata temperatur sungai beraliran lambat di daerah
beriklim sedang (Metcalf & Eddy, 1991) dimana teori BOD ini berasal. Untuk
daerah tropis seperti Indonesia, bisa jadi temperatur inkubasi ini
tidaklah tepat. Temperatur perairan tropik umumnya berkisar antara 25 – 30 oC,
dengan temperatur inkubasi yang relatif lebih rendah bisa jadi aktivitas bakteri
pengurai juga lebih rendah dan tidak optimal sebagaimana yang diharapkan. Ini
adalah salah satu kelemahan lain BOD selain waktu penentuan yang lama tersebut.
Metode
pengukuran COD sedikit lebih kompleks, karena menggunakan peralatan khusus reflux,
penggunaan asam pekat, pemanasan, dan titrasi (APHA, 1989, Umaly dan Cuvin,
1988). Peralatan reflux diperlukan untuk menghindari berkurangnya air sampel
karena pemanasan. Pada prinsipnya pengukuran COD adalah penambahan sejumlah
tertentu kalium bikromat (K2Cr2O7) sebagai
oksidator pada sampel (dengan volume diketahui) yang telah ditambahkan asam
pekat dan katalis perak sulfat,kemudian dipanaskan selama beberapa waktu.
Selanjutnya, kelebihan kalium bikromat ditera dengan cara titrasi. Dengan
demikian kalium bikromat yang terpakai untuk oksidasi bahan organik dalam
sampel dapat dihitung dan nilai COD dapat ditentukan. Kelemahannya, senyawa kompleks
anorganik yang ada di perairan yang dapat teroksidasi juga ikut dalam reaksi
(De Santo, 1978), sehingga dalam kasus-kasus tertentu nilai COD mungkin sedikit
‘over estimate’ untuk gambaran
kandungan bahan organik. Bilamana nilai BOD baru dapat diketahui setelah waktu
inkubasi lima hari, maka nilai COD dapat segera diketahui setelah satu atau dua
jam. Walaupun jumlah total bahan organik dapat diketahui melalui COD dengan waktu
penentuan yang lebih cepat, nilai BOD masih tetap diperlukan. Dengan mengetahui
nilai BOD, akan diketahui proporsi jumlah bahanorganik yang mudah urai (biodegradable), dan ini akan memberikan gambaran
jumlah oksigen yang akan terpakai untuk dekomposisi di perairan dalam sepekan
(lima 5 hari) mendatang. Lalu dengan memperbandingkan nilai BOD terhadap COD
juga akan diketahui seberapa besar jumlah bahan-bahan organik yang lebih
persisten yang ada di perairan.

Peralatan
reflux untuk pengukuran COD (sumber: Boyd, 1979)
2.4.
Prosedur Pengukuran BOD
2.4.1. Prinsip
Pengukuran
BOD terdiri dari pengenceran sampel, inkubasi selama 5 hari pada suhu 200C
dan pengukuran oksigen terlarut sebelum dan sesudah inkubasi. Penurunan oksigen
terlarut selama inkubasi menunjukkan banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh
sampel air. Oksigen terlarut dianalisa dengan menggunakan metode titrasi
Winkler.
2.4.2
Pereaksi
a.
Larutan Buffer Fosfat 8,5 gr KH7PO4, 21,75 gr
K2PO4, 33,4 gr Na2HPO4.7H2O dan MgSO4 serta 1,7 gr NH4Cl dilarutkan dalam 500
ml aquadest dan diencerkan hingga volumenya 1 liter dan pH larutan harus 7,2.
b. Larutan Magnesium Sulfat 22,5 gr
MgSO4.7H2O dilarutkan dan diencerkan dengan aquadest hingga volumenya 1 lt.
c.
Larutan Kalsium Klorida 22,5 gr CaCl2 dilarutkan
dan diencerkan dengan hingga volumenya 1 lt.
d.
Larutan Ferri Klorida 27,5 gr FeCl3 dillarutkan
dan diencerkan dengan aquadest hingga volumenya 1 lt.
e.
Bibit air kotor (seed) Air limbah domestik yang
banyak menggunakan mikrorganisme dan telah diaklimitasi.
f.
Pembuatan air pengenceran (AP) 1 ml bibit air kotor
(seed) , 1 ml larutan buffer fosfat, 1 ml larutan FaCl3, 1 ml larutan CaCl2 dan
1 ml larutan MgSO4 ditambahkan ke dalam 1 liter aquadest atau aqudem. Lalu
aerasi selama 30 menit agar air pengencer jenuh dengan oksigen.
2.4.3. Cara Kerja
Tahapan
dalam pemeriksaan BOD terdiri dari :
1.
Membuat larutan pengencer yang jenuh oksigen seperti dijelaskan pada pembuatan
pereaksi di atas.
2.
Menentukan angka pengenceran sampel : Menentukan angka pengenceran dengan
berdasarkan literatur atau berdasarkan hasil pengukuran angka permanganat
Contoh
menentukan angka pengenceran berdasarkan hasil pengukuran angka permanganate
dari contoh air : Jika contoh air menunjukkan angka permanganat 150 mg/l maka
air pengencernya adalah sebagai berikut: P1 = 150/3 = 50 x , (10 ml sampel air
+ 635 ml AP) P2 = 150/5 = 30 x , (22 ml sampel air + 638 ml AP) P3 = 150/7 = 20
x , (33 ml sampel air + 627 ml AP) P4 = 150/10 = 15 x , (45 ml sampel air + 630
ml AP)
3.
Melakukan pengenceran Setelah diketahui angka pengenceran dari sampel air
tersebut maka dilakukan pengenceran contoh air tersebut dengan air pengencer
yang telah disediakan. Banyaknya air pengencer yang ditambahkan tergantukng
pada angka pengenceran tersebut (lihat contoh perhitungan di atas). Setelah
diencerkan, masukkan ke dalam 2 buah botol BOD yang telah dikalibrasi
volumenya. Salah satu botol BOD tersebut disimpan dalam inkubator 200C selama 5
hari, sedangkan botol BOD yang lainnya diperiksa kandungan oksigen terlarutnya
dengan metode titrasi Winkler. Untuk percobaan blanko disiapkan 6 botol BOD.
Masing-masing botol diisi dengan air pengencer. Tiga botol pertama
diinkubasikan selama 5 hari pada temperatur 200C. Sedangkan tiga botol lainnya
ditentukan kandungan oksigennya (DO).
4.
Pemeriksaan oksigen terlarut Pemeriksaan oksigen terlarut dapat dilakukan
dengan menggunakan alat DO meter atau dengan metode titrasi Winkler , seperti
dijerlaskan dalam bab sebelumnya ( Bab 6. )
2.4.4 Perhitungan
BOD
5hari, 200C (mg/l) = { ( D1 – D2) – ( B1 – B2)
} x f x P
Keterangan
: D1 : DO 0 hari contoh air (mg/l) D2 : DO 5 hari contoh air (mg/l) B1 : DO 0
hari blanko (mg/l) B2 : DO 5 hari blanko (mg/l) P : angka pengenceran f :
koreksi untuk seeding
Catatan
Karena dilakukan 3 variasi pengenceran ,
maka akan diperoleh hasil pengukuran BOD sebanyak 3 angka BOD yang
berbeda-beda. Jika hasil pengukuran antara pengenceran yang satu dengan yang
lainnya berbeda jauh, maka diambil hasil pengukuran dengan criteria sebagai
berikut:
a.
DO 5 hari dari contoh air harus lebih besar dari 0,5 mg/l
b.
Penurunan DO antara DO o hari dan DO 5 hari sebesar 30% - 70% Pengawetan sampel
dilakukan dengan cara pendinginan, dan waktu penyimpanan maksimum adalah 48 jam
(2 hari). blangko dalam seeding vol sampel dalam seeding vol f ..
2.5.
Prosedur Pengukuran COD
2.5.1
Metode Refluks Terbuka (Open Reflux)
2.5.1.1.
Prinsip Pengukuran
Senyawa
organik dalam air dioksidasi oleh larutan Kalium dikromat dalam suasana asam
sulfat pada temperatur 1500C. Kelebihan Kalium dikromat dititrasi oleh larutan
ferro ammonium sulfat (FAS) dengan indikator ferroin.
2.5.1.2
Pereaksi
a.
Larutan Standar Kalium dikromat 0,25 N 12,259 gr K2Cr2O7 p.a. yang telah
dipanaskan pada temperatur 1050C selama 1 jam ditimbang dengan teliti dan
diencerkan dengan aquadest hingga volumenya tepat 1 lt.
b.
Pereaksi asam sulfat - perak sulfat 5,5 gr Ag2SO4 dimasukkan ke dalam 1 kg
H2SO4 pekat dan dibiarkan selama 1 atau 2 hari untuk melarutkan serbuk
tersebut.
c.
Larutan indikator ferroin 1,485 gr 1,1-phenantrolin monohidrat dan 695 mg
FeSO4.7H2O dilarutkan dalam aquadest dan diencerkan hingga volumenya 100 ml.
Indikator ini harus dibuat baru.
d.
Larutan Ferro Ammonium Sulfat 0,25 N ( FAS) 98 gr Fe(NH4)2(SO4).6H2O dilarutkan
dalam aquadest. Kemudian tambahkan 20 ml H2SO4 pekat dan encerkan hingga
volumenya 1 lt. Larutan ini harus distandarisasi setiap hari dengan cara sebagai
berikut: 10 ml larutan standar K2Cr2O7 0,25 N diencerkan dengan aquadest hingga
100 ml, tambahkan 10 ml H2SO4 pekat dan dinginkan. Titrasi dengan larutan
standar FAS menggunakan 2 atau 3 tetes indikator ferroin. Normalitas FAS = ml
K2Cr2O7 x Normalitas K2Cr2O7 ml FAS
e.
Merkuri Sulfat Digunakan serbuk HgSO4 p.a.
2.5.1.3. Cara Kerja
a.
20 ml contoh air dimasukkan ke dalam labu refluks, tambahkan 0,4 gr serbuk
HgSO4 (penambahan merkuri sulfat tergantung konsentrasi klorida (perbandingan
HgSO4 : Cl = 10 : 1).
b. Tambahkan 10 ml larutan K2Cr2O7 0,25 N dan
30 ml pereaksi H2SO4 pekat
.
c. Labu refluks dipasang pada kondensor dan dipanaskan selama 2 jam mendidih.
Setelah dingin, kondensor dibilas dengan aquadest. Labu refluks dilepas dari
kondensor, lalu encerkan dengan aquadest hingga volumenya 140 ml.
d.
Setelah dingin, titrasi dengan larutan FAS 0,1 N menggunakan 2 atau 3 tetes
indikator ferroin hingga terjadi perubahan warna dari hijau menjadi merah
coklat.
e.
Diperlukan percobaan blanko dengan aquadest sebagai sampel, dengan cara kerja
seperti di atas.
f.
Untuk sampel yang mengandung zat organik tinggi atau rendah digunakan volume
sampel bervariasi. Tabel berikut akan menampilkan volume sampel dan pereaksi
untuk mendapatkan hasil analisa yang akurat :
Tabel
Variasi volume contoh air dan K2Cr2O7
|
Vol. Contoh (ml)
|
Vol. K2Cr2O7 (ml)
|
Vol. H2SO4 (ml)
|
Gram HgSO4
|
Norma litas .FAS ( N )
|
Penambahan air sampai dengan volume akhir (ml)
|
|
10,0
|
5,0
|
15
|
0,20
|
0,05
|
70
|
|
20,0
|
10,0
|
30
|
0,40
|
0,10
|
140
|
|
30,0
|
15,0
|
45
|
0,60
|
0,15
|
210
|
|
40,0
|
20,0
|
60
|
0,80
|
0,20
|
280
|
|
50,0
|
25,0
|
75
|
1,00
|
0,25
|
350
|
2.5.1.4.
Perhitungan
COD
sebagai mg O2/L = ( A – B ) C x 8 x 1000 ml contoh air
Dimana
: A = ml FAS untuk blangko B = ml FAS untuk sampel C = Normalitas FAS 8 = Berat
Ekivalen O2
2.5.2. Metode : Metode Refluk Tertutup
2.5.2.1. Peralatan
a. Tabung digestion. Terbuat dari gelas jenis
borosilikat dengan ukuran
16 x 100 mm, 19 x 150 mm, 25 x 150
mm, denga tutup plastik TFE .
b. Heating block . Terbuat dari alumunium dengan
kedalaman lubangnya 45 –50 mm, yang dapat dioperasikan pada suhu 150 oC .
2.5.2.2. Pereaksi.
a. Larutan standar kalium dikromat
0,0167 M ( 0,1 N). Dipanaskan
kristal K2Cr2O7 pada suhu 103oC selama 2 jam. Ditimbang dengan teliti 4,913
gram K2Cr2O7 kemudian dilarutkan dalam aquadest , kemudian ditambah 167 ml
H2SO4 pekat dan 33, 3 gram kristal HgSO4 , setelah dingin diencerkan
denganaquadest sampai volumenya tepat 1 liter.
b. Pereaksi asam sulfat. Tambahkan 5,5 gram kristal Ag2SO4
dalam 1 kg H2SO4 pekat ( kira-kira 550 ml). Dibiarkan 1-2 hari untuk melarutkan
silver sulfat.
c. Larutan indikator ferroin. Dilarutkan 1,485 gram 1,10-
fenantrolin monohidrat dan 695 mg FeSO4. 7H2O dalam aquadest dan diencerkan
sampai volumenya tepat 100 ml.
d. Larutan ferro sukfat (FAS) 0, 10
M . Dilarutkan
39,2 gram Fe (NH4)2(SO4)2. 6 H2O dalam aquadest . Kemudian ditambah 20 ml H2SO4
pekat, dinginkan dan diencerkan dengan aquadest sampai volumenya tepat 1 liter.
Larutan ini harus distandarkan terhadap larutan standar primer K2Cr2O7.
e. Larutan standar kalium hidrogen
ftalat (s(lar. Standar
COD). Keringkan kalium hidrogen ftalat pada suhu 120 oC . Kemudian ditimbang
dengan teliti 425 mg dan dilarutkan dalam aquadest , kemudian diencerkan sampai
volumenya tepat 1 liter . secara teoritis , larutan ini 1 ml larutan ini akan
memebrikan harga COD sebesar 0,500 mg O2. ( 1,176 mg COD/ mg kalium hidrogen
ftalat) .
Larutan
ini stabil selama 3 bulan jika tidak ada pertumbuhan mikroorganisme
2.5.2.3. Cara kerja
a.
Tabung digestion yang telah bersih dibilas dengan larutan H2SO4 20% sebelum
digunakan. Kemudian contoh air dimasukkan ke dalam tabung digestion tersebut
dengan ketentuan volume seperti dicantumkan dalam tabel 18.2.
b.
Kemudian tabung ditutup dengan rapat, dikcok hingga bercampur dengan sempurna
(hati-hati dalam mengocok, karena asam sulfat pekat). Tabung digestion
dipanasakan dalam heating block pada suhu 105oC selama 2 jam . dinginkan sampai
temperatur kamar.
Tabel
28.2. Volume contoh air dan pereaksi pada berbagai ukuran tabung digestion
|
Ukuran tabung digestion
|
Volume contoh air (ml)
|
Volume K2Cr2O7 (ml)
|
Volume asam sulfat (ml)
|
Penambahan air sampai Volume akhir (ml )
|
|
16 x 100 mm
|
2,5
|
1,5
|
3,5
|
7,5
|
|
20 x 150 mm
|
5,0
|
3,0
|
7,0
|
15
|
|
25 x 150 mm
|
10,0
|
6,0
|
14,0
|
30,0
|
c.
Kemudian dipindahkan ke dalam labu erlenmeyer kecil secara kuantitatif, dengan
menggunakan aquadest sebagai pembilas sampai volume akhir seperti dicantumkan
pada Tabel 18.2. Kemudian dimasukkan magnetic stirring bar, tambah 0,05 – 0,10
ml larutan indikator ferroin . Titrasi dilakukan dengan larutan FAS 0,10 M
sambil dikocok dengan magnetik stirring .
d.
Titik akhir titrasi diperlihatkan dengan perubahan warna dari kuning- hijau
kemudian merah, titrasi dihentikan pada saat terjadi perubahan warna merah.
e. Lakukan percobaan blanko dengan menggunakan
aquadest dan dikerjakan sama seperti di atas.
2.5.2.4.
Perhitungan
COD
sebagai mg O2/L = ( A – B ) C x 8 x 1000 ml contoh air
Dimana
: A = ml FAS untuk blangko B = ml FAS untuk sampel C = Normalitas FAS 8 = Berat
Ekivalen O2
Catatan
Untuk
mengukur kelebihan kalium kromat, selain dapat dilakukan dengan metode titrasi
seperti di atas , juga dapat dilakukan dengan mengunakan spectrofotometer
dengan cara pengukuran warna larutan pada panjang gelombang 600 nm.
Untuk
pengukuran dengan spectrophotometer , perlu kurva kalibrasi yang dibuat dengan
cara menggunakan larutan COD sintetik ((larutan kalium hidrogen ftalat). Kurva
kalibrasi dibuat dengan range konsentrasi antara 20 – 900 mg/l COD.
2.6. BOD dan COD sebagai
Parameter Pengolahan Air Limbah dan Pada Kualitas Air
Dalam
pengolahan air limbah industri dikenal 3 parameter utama yaitu: Oksigen
terlarut (OT) atau Dissolved Oxygen
(DO), Kebutuhan Oksigen Biologis (KOB) atau Biologycal
Oxygen Demand (BOD) dan Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK) atau Chemical Oxygen Demand (COD).
Oksigen terlarut (OT)
atau Dissolved Oxygen (DO)
Oksigen
merupakan parameter yang sangat penting dalam air. Sebagian besar makhluk hidup
dalam air membutuhkan oksigen untuk mempertahankan hidupnya, baik tanaman
maupun hewan air, bergantung kepada oksigen yang terlarut. Ikan merupakan
makhluk air dengan kebutuhan oksigen tertinggi, kemudian invertebrata, dan yang
terkecil kebutuhan oksigennya adalah bakteri.
Keseimbangan
oksigen terlarut (OT) dalam air secara alamiah terjadisecara bekesinambungan.
Mikoorganisme sebagai makhluk terkecil dalam air, untuk pertumbuhannya
membutuhkan sumber energi yaitu unsur karbon (C) yang dapat diperoleh dari
bahan organik yang berasal dari tanaman, ganggang yang mati, maupun oksigen
dari udara.
Bahan
organik tersebut oleh mikroorganisme akan diuraikan menjadi karbon dioksida (CO2)
dan air (H2O). CO2 selanjutnya dimanfaatkan oleh tanaman
dalam air untuk proses fotosintesis membentuk oksigen, dan seterusnya. Oksigen
yang dimanfaatkan untuk proses penguraian bahan organik tersebut akan diganti
oleh oksigen yang masuk dari udara maupun dari sumber lainnya secepat habisnya
oksigen terlarut yang digunakan oleh bakteri atau dengan kata lain oksigen
yang diambil oleh biota air selalu setimbang dengan oksigen yang masuk dari
udara maupun dari hasil fotosintesa tanaman air.
Apabila
pada suatu saat bahan organik dalam air menjadi berlebih sebagai akibat
masuknya limbah aktivitas manusia (seperti limbah organik dari industri),
yang berarti suplai karbon (C) melimpah, menyebabkan kecepatan pertumbuhan
mikroorganisme akan berlipat ganda, yang berati juga meningkatnya
kebutuhan oksigen, sementara suplai oksigen dari udara jumlahnya tetap.
Pada kondisi seperti ini, kesetimbangan antara oksigen yang masuk ke air dengan
yang dimanfaatkan oleh biota air tidak setimbang, akibatnya terjadi defisit
oksigen terlarut dalam air. Bila penurunan oksigen terlarut tetap berlanjut
hingga nol, biota air yang membutuhkan oksigen (aerobik) akan mati, dan
digantikan dengan tumbuhnya mikroba yang tidak membutuhkan oksigen atau mikroba
anerobik. Sama halnya dengan mikroba aerobik, mikroba anaerobik juga akan
memanfatkan karbon dari bahan organik. Dari respirasi anaerobik ini terbentuk
gas metana (CH4) disamping terbentuk gas asam sulfida (H2S)
yang berbau busuk.

Masuknya
zat terlarut lain dalam air mengganggu kelarutan oksigen dalam air
BOD dan COD Dalam
Menentukan Kualitas Air
Untuk
menentukan tingkat penurunan kualitas air dapat dilihat dari penurunan
kadar oksigen terlatut (OT) sebagai akibat masuknya bahan organik dari luar,
umumnya digunakan uji BOD dan atau COD. Salah satu cara untuk mengetahui
seberapa jauh beban cemaran pada air limbah adalah dengan mengukur COD (Chemical Oxygen Demand). Semakin tinggi
nilai COD, berarti semakin tinggi pula beban cemaran yang ada pada limbah
cair tersebut (Masturi, 1997). Apabila kandungan zat-zat organik dalam
limbah tinggi, maka semakin banyak oksigen yang dibutuhkan untuk mendegradasi zat-zat
organik tersebut, sehingga nilai BOD dan COD limbah akan tinggi pula. Oleh
karena itu untuk menurunkan nilai BOD dan COD limbah, perlu dilakukan
pengurangan zat-zat organik yang terkandung di dalam limbah sebelum dibuang ke
perairan.
Biological Oxygen Demand
(BOD) atau kebutuhan oksigen biologis (KOB) menunjukkan jumlah oksigen terlarut
yang dibutuhkan oleh mikroorganisme hidup untuk memecah atau mengoksidasi bahan
organik dalam air. Oleh karena itu, nilai BOD bukanlah merupakan nilai
yang menujukkan jumlah atau kadar bahan organik dalam air, tetapi
mengukur secara relative jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme
untuk mengoksidasi atau menguraikan bahan-bahan organik tersebut. BOD
tinggi menunjukkan bahwa jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk
mengoksidasi bahan organik dalam air tersebut tinggi, berarti dalam
air sudah terjadi defisit oksigen. Banyaknya mikroorganisme yang tumbuh dalam
air disebabkan banyaknya makanan yang tersedia (bahan organik), oleh karena itu
secara tidak langsung BOD selalu dikaitkan dengan kadar bahan
organik dalam air. Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban
pencemaran akibat air buangan dan untuk mendesain sistem pengolahan secara
biologis (G. Alerts dan SS Santika, 1987).
BOD5
merupakan penentuan kadar BOD baku yaitu pengukuran jumlah oksigen yang
dihabiskan dalam waktu lima hari oleh mikroorganisme pengurai secara
aerobic dalam suatu volume air pada suhu 20 derajat Celcius. BOD5 500mg/liter
(atau ppm) berarti 500 mgram oksigen akan dihabiskan oleh mikroorganisme dalam
satu liter contoh air selama waktu lima hari padas uhu 20 derajat Celcius. Beberapa
dasar yang sering digunakan untuk menentukan kualitas air dilihat dari kadar
BOD erat kaitannya dengan BOD adalah COD. COD adalah jumlah oksigen (mg O2)
yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organis yang ada dalam 1 liter sampel
air, dimana pengoksidasi K2,Cr2O7 digunakan
sebagai sumber oksigen (oxidizing agent)
(G. Alerts dan SS Santika, 1987). Dalam bahan buangan, tidak semua bahan kimia
organik dapatdiuraikan oleh mikroorganisme secara cepat. Bahan organik dalam
air bersifat:
·
Dapat diuraikan oleh
bakteri (biodegradasi) dalam waktu lima hari
·
Bahan organik yang tidak
teruraikan oleh bakteri dalam waktu lima hari
·
Bahan organik yang tidak
mengalami biodegradasi
Uji
COD ini meliputi semua bahan organik di atas, baik yang dapat diuraikan oleh
mikroorganisme maupun yang tidak dapat diuraikan. Oleh karena itu hasil uji COD
akan lebih tinggi dari hasil uji BOD. Parameter lainnya yang digunakan untuk
mengukur kadar bahan pencemar antara lain :
TSS (Total Suspended Solid)
TSS
adalah jumlah berat dalam mg/liter kering lumpur yang ada dalam limbah setelah
mengalami penyaringan dengan membrane berukuran 0,45 mikron (Sugiharto, 1987).
Penentuan zat padat tersuspensi (TSS) berguna untuk mengetahui ke kuatan
pencemaran air limbah domestik, dan juga berguna untuk penentuan efisiensi
unit pengolahan air (BAPPEDA, 1997).
MPN Coliform
Untuk
mengetahui jumlah Coliform didalam contoh biasanya digunakan metode MPN (Most Probable Number) dengan cara
fermentasi tabung ganda. Metode ini lebih baik bila dibandingkan dengan metode hitungan
cawan karena lebih sensitif dan dapat mendeteksi Coliform dalam jumlah
yang sangat rendah di dalam contoh.
Prosedur
Pemeriksaan BOD, COD, TSS, MPN Coliform adalah sebagai berikut:
Pemeriksaan Biological Oxygen Demand (BOD)
Menggunakan
metode pemeriksaan Winkler (Titrasi di Laboratorium). Prinsip analisis: Pemeriksaan
parameter BOD didasarkan pada reaksi oksidasi zat organik dengan oksigen
di dalam air dan proses tersebut berlangsung karena adanya bakteri
aerobik. Untuk menguraikan zat organik memerlukan waktu ± 2 hari untuk 50%
reaksi, 5 hari untuk 75% reaksi tercapai dan 20 hari untuk 100% reaksi
tercapai. Dengan kata lain tes BOD berlaku sebagai simulasi proses biologi
secara alamiah, mula-mula diukur DO nol dan setelah mengalami inkubasi selama 5
hari pada suhu 20 °C atau 3 hari pada suhu 25°C–27°C diukur lagi DO air
tersebut. Perbedaan DO air tersebut yang dianggap sebagai konsumsi oksigen
untuk proses biokimia akan selesai dalam waktu 5 hari dipergunakan dengan
anggapan segala proses biokimia akan selesai dalam waktu 5 hari, walau
sesungguhnya belum selesai.
Pemeriksaan Chemical Oksigen Demand (COD)
Menggunakan
metode Pemeriksaan : tanpa refluks (Titrasi di Laboratorium) Prinsip Analisis: Pemeriksaan
parameter COD ini menggunakan oksidator potasium dikromat yang berkadar asam
tinggi dan dipertahankan pada temperatur tertentu. Penambahan oksidator ini
menjadikan proses oksidasi bahan organik menjadiair dan CO2, setelah
pemanasan maka sisa dikromat diukur. Pengukuran ini dengan jalan titrasi,
oksigen yang ekifalen dengan dikromat inilah yang menyatakan COD dalam satuan
ppm.
Total
Suspended Solid
(TSS)
Menggunakan
metode gravimetri. Prinsip Analisa yaitu: Total
Suspended Solid adalah semua zat terlarut dalam air yang tertahan membran
saring yang berukuran 0,45 mikron. Kemudian dikeringkan dalam oven pada temperatur
103°C–105°C, hingga diperoleh berat tetap. Partikel yang sama besar, partikel
yang mengapung dan zat-zat yang menggumpal yang tidak tercampur dalam air,
terlebih dahulu dipisahkan sebelum pengujian.
Penentuan Jumlah MPN
Coliform
Menggunakan
prinsip kerja aseptis yaitu pemeriksaan bakteriologis air bersih
ditujukan untuk melihat adanya kemungkinan pencemaran oleh kotoran maupun
tinja. Bakteri yang termasuk jenis coliform antara lain Eschericia coli, Aerobacter
aerogenes, dan Eschericia
freundii. Sifat bakteri golongan coliform adalah berbentuk batang, tidak
dapat membentuk spora, gram negatif, hidup aerob atau anaerob fakultatif, dan
dapat meragikan laktosa dengan membentuk gas.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kesimpulan
yang dapat ditarik dari makalah ini adalah sebagai berikut:
·
COD, singkatan dari Chemical Oxygen Demand, atau kebutuhan oksigen
kimia untuk reaksi oksidasi terhadap bahan buangan di dalam air.
·
BOD singkatan dari Biological Oxygen Demand, atau kebutuhan
oksigen biologis untuk memecah bahan buangan di dalam air oleh mikroorganisme.
·
BOD dan COD merupaan dua
dari tiga parameter utama yang digunakan untuk mengukur kadar bahan pencemar.
Parameter utama lain yaitu Dissolved
Oxygen (DO).
·
COD akan lebih tinggi
dari hasil uji BOD karena uji COD meliputi semua bahan organik, baik yang dapat
diuraikan oleh mikroorganisme maupun yang tidak dapat diuraikan.
3.2. Saran
Penulis
menyarankan dalam menganalisis zat pencemar apabila nilai BOD dan COD suatu
perairan masih normal atau memenuhi baku mutu, belum dapat disimpulkan
bahwa tidak terjadi pencemaran, bila parameter kunci lainnya tidak
diketahui. Karena bila parameter lainnya telah meningkat dan melebihi baku
mutu, maka berarti ada indikasi pencemaran di perairan
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
2008. BOD dan COD.
A.R
Agnes & Azizah R. 2005. Perbedaan Kadar BOD, COD, TSS dan MPN Coliform
Pada Air Limbah, Sebelum dan Sesudah Pengolahan di RSUD Nganjuk.
Arianto,
Erik. 2008. Pengertian COD dan BOD.
Fatha,
A’tina. 2007. Pemanfaatan Zeolit Aktif Untuk Menurunkan BOD dan COD Limbah
Tahu.
G,
Pal.2009.OD, BOD, COD
BOD
dan COD Sebagai Parameter Pencemaran Air dan Baku Mutu Air Limbah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar