Senin, 12 Oktober 2015

TNT (Triitro Toluene)



Tugas

(TL – 5204-02) Transport dan Transformasi Polutan di Lingkungan


  TNT (Triitro Toluene)






Logo ITB Hitam



                 Disusun oleh:


AGUNG WASKITO
25314307




PROGRAM PASCA SARJANA
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
INSTITUSI TEKNOLOGI BANDUNG
2015


TNT (Trinitro Toluene)
Agung Waskito
25314307

Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung
Jalan Ganesha No.10 Bandung 40132, Telp 022-2500989



PENDAHULUAN
Perkembangan pembangunan dewasa ini semakin cepat dengan didukungnya era globalissasi,semakin menuntut manusia untuk lebih pandai memanfaatkan sumberdaya alam.dalam mengelola SDA, manusiapun harus lebih berhati –hati, karena jika tidak di pikirkan dengan baik maka tidak akan mendapatkan hasil maksimal dan tak jarang dapat menimbulkan hasil yang merugikan banyak orang.sebagai contoh, dalam pembangunan suatu pabrik maka harus di pikirkan terlebih dahulu tentang efek yang di timbulkan dari pabrik tersebut. Hal ini tidak lain yaitu untuk menghindari kerugian, misalnya pencemaran lingkungan.
Populasi manusia yang terus bertambah mengakibatkan kebutuhan manusia semakin bertambah pula, terutama kebutuhan dasar manusia seperti makanan, sandang dan perumahan. Bahan-bahan untuk kebutuhan itu semakin banyak yang diambil dari lingkungan. Disamping itu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) memacu proses industrialisasi, baik di negara maju ataupun negara berkembang. Untuk memenuhi kebutahan populasi yang terus meningkatkan, harus diproduksi bahan-bahan kebutuhan dalam jumlah yang besar melalui industri. Kian hari kebutuhan-kebutuhan itu harus dipenuhi.
Tanah merupakan salah satu komponen terpenting dalam keberlangsungan hidup manusia sama halnya dengan air dan udara, bayangkan saja jika struktur dan kualitas tanah rusak tentu saja mempengaruhi tingkat kadar air dalam tanah. Selain berkaitan dengan air, kualitas tanah juga faktor terpenting hidupnya tumbuh-tumbuhan sementara itu tumbuh-tumbuhan adalah salah satu mata rantai makanan yang mempengaruhi mata rantai makanan di atasnya.
Industry TNT merupakan salah satu yang sangat berpotensi dalam pencemaran tanah, karena kandungan TNT dapat menakibatkan tanah menjadi tercemar oleh senyawa senyawa yang terkandung di dalamnya, Akibat selanjutnya lingkungan semakin rusak dan mengalami pencemaran.
Bioremediasi adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air).
Ketika suatu zat berbahaya/beracun telah mencemari permukaan tanah, maka ia dapat menguap, tersapu air hujan dan atau masuk ke dalam tanah. Pencemaran yang masuk ke dalam tanah kemudian terendap sebagai zat kimia beracun di tanah. Zat beracun di tanah tersebut dapat berdampak langsung kepada manusia ketika bersentuhan atau dapat mencemari air tanah dan udara di atasnya.
Dampak pencemaran tanah terhadap kesehatan tergantung pada tipe polutan, jalur masuk ke dalam tubuh dan kerentanan populasi yang terkena sangat berbahaya.

TINJAUAN PUSTAKA
Pencemaran tanah adalah keadaan di mana bahan kimia (buatan manusia) masuk dan merubah lingkungan tanah alami. Penggunaan kimia dalam kebudayaan manusia  sudah dimulai sejak zaman dahulu. Kimia  merupakan salah satu ilmu pengetahuan alam,  yang berkaitan dengan  composting isi materi,  termasuk juga perubahan yang terjadi di  dalamnya, baik secara alamiah maupun  sintetis. Senyawa - senyawa kimia sintetis inilah  yang banyak dihasilkan oleh peradaban  modern, namun materi ini pulalah yang dapat  menimbulkan pencemaran lingkungan yang  berbahaya. Dengan mengetahui composting isi dan  memahami bagaimana perubahan terjadi,  manusia dapat mengontrol dan  memanfaatkannya untuk kesejahteraan manusia
Kontaminan tanah juga disebut sebgai limbah berbahaya atau pencemar (pollutant) tanah, terdiri atas berbagai macam bahan kimia (Alexander, 1994 dalam Hairiah, 2009) termasuk :
  1. Larutan mengandung klor, sepeti triklorotilena (TCE) dan tetracloroetilena (PCE)
  2. Bahan peledak, seperti 2,4,6-trinitrotoluena (TNT)
  3. Logam seperti kromium dan timbal
  4. Radionukleida seperti plutonium
  5. Pestisida, seperti atrazin, benlat dan mathion.
  6. BTEX (benzene, toluene, ethyl benzene, xylema)
  7. PAH (polycyclic aromatic hydrocarbon) seperti kreosol.
  8. PCB (polychlorinated biphenyl), seperti campuran aroclor

TNT adalah kependekan dari Trinitrotoluene. Memiliki nama UIPAC 2-metil-1,3,5-trinitrobenzena. Memiliki rumus kimia C6H2(NO2)3CH3 dan tumus molekul C7H5N3O6, TNT biasanya digunakan sebagai bahan baku peledak. TNT memiliki mencair pada suhu 80 °C, jauh dibawah suhu dimana dia akan meledak secara spontan sehingga bisa dicampur dengan bahan peledak lain dengan aman. TNT memiliki kekuatan ledakan sekitar 4,7 megajoule per kg. Kekuatan ledakan ini dijadikan patokan untuk mengukur kekuatan bahan peledak lain. 


Trinitrotoluena (TNT) adalah bahan kimia peledak. Jika tidak disimpan dan ditangani dengan baik, hal ini dapat menimbulkan ancaman serius terhadap kesehatan dan keselamatan personil laboratorium, tanggap darurat dan penangan limbah kimia. Oleh karena itu, penting untuk mengikuti protokol keamanan untuk menangani bahan kimia ini.
Tnt mengandung sifat berbahaya yaitu:
·         TNT adalah senyawa yang sangat beracun (quite oxic).
·         TNT juga dapat diserap melalui kulit.
·         Menyebabkan iritasi dan noda kuning terang.
·         Orang yang terkena TNT selama periode tertentu cenderung mengalami anemia dan kelainan fungsi hati.
·         Memberikan efek yang buruk pada darah dan hati, pembesaran limpa dan efek berbahaya lainnya pada sistem imunitas juga ditemukan pada hewan yang tertelan atau terkontaminasi Trinitrotoluena.
·         TNT juga diduga memiliki efek merugikan bagi fertilitas laki-laki dan juga bersifat karsinogen.
·         TNT yang mencemari lingkungan perairan biasa disebut “red water", yang mungkin sulit dan mahal untuk penanganannya.

Peledak militer dan industri karena mempunyai beberapa keuntungan antara lain titik leleh rendah,  dapat digunakan sebagai bahan peledak senyawa tunggal atau tidak membutuhkan bahan reduktor, relatif stabil dan tidak sensitif terhadap benturan, gesekan, maupun suhu tinggi sehingga relatif aman untuk digunakan sebagai bahan peledak . Namun demikian bahan peledak ini sangat peka terhadap gelombang energi atau dengan kata lain apabila terhadap bahan peledak TNT dilewatkan shock wave ( gelombang kejut) maka segera terjadi ledakan
TNT merupakan salah satu bahan peledak yang sangat umum digunakan oleh pasukan militer di seluruh dunia.  Dan saat ini TNT diproduksi secara luas , karena di setiap Negara memerlukan tnt untuk kebutuhan bahan peledak di militer mereka masing masing. Dalam proses produksi nahan bahan militer yang menggunakan bahan baku TNT, seperti halnya bom maka akan dihasilkan sampah dan air limbah  selama proses produksi, pembakaran dan peledakan, dan pembongkaran amunisi, kontaminasi yang serius telah terjadi di banyak lokasi di seluruh dunia). Kontaminasi sering juga terjadi pada pabrik di mana bahan peledak yang diproduksi dan ditangani sesuai dengan praktik yang dianggap standar pada saat itu dan tidak diketahui tidak memadai (USAEC, 1999). TNT telah dikenal memiliki sifat toksisitas yang tinggi terhadap makhluk hidup. Paparan TNT diketahui menyebabkan ruam, hemmorages kulit, dan lendir dan kelainan darah (termasuk pansitopenia, gangguan jaringan pembentuk darah) (Chaudhry, 1994 dan Kirk, 1993).

Seperti diketahui bahwa Efek toksik dari TNT dapat menyebabkan kerusakan hati (hepetitis beracun) dan anemia seperti yang telah diketahui bagi oleh pekerja yang terlibat proses produksi TNT. Sebuah studi yang dilakukan oleh  A NATO CCMS (Committee on the Challenges to Modern Society)  pada tahun 1995 di temukan bahwa  ada banyak negara di mana bahan peledak sisa, terutama TNT, dan produk degradasi mereka masih ada di dalam tanah. Meskipun berita tentang kontaminasi oleh TNT ini diketahui secara luas,tetaapi sangat sedikit informasi tentang daerah daerah yang terkontaminasi oleh TNT dalam literature di tingkat internasional. Beberapa daerah yang terdokumentasi dengan baik memang ada di Jerman, dan saat ini sedang diselidiki (NATO, 1995). Di Australia, organisasi Australia Industri Pertahanan (ADI) telah diberi tugas menutup dan remediating mantan pabrik amunisi di sepanjang pantai timur, dan telah identifing situs individu (McGee, 1995).

PEMBAHASAN
Pada umumnya tanh yang terkontaminasi TNT ini telah dilakukan secara biasa dengan teknik incenerasi tetapi teknik ini sangat mahal untuk dilakukan dan juga faktanya bahwa abu dari proses pembkaran harus di olah sebagai limbah berbahaya dank arena oleh itu maka perlu teknik lain yang lebih efisien dan lebih baik dalam pemulihkan tanah teremar TNT ini. Problem dari teknik inceneratsi ini telah ditemukan bahwa dengan pertumbuhan dari bakteri dan penelitian lebih auh dari bioremediasi dapat mengatasi maslah ini, karena mioremediasi mengguakan mikroorganisme dan tumbuhan untuk  mengubah materi dari zat berbahaya menjadi materi yang tidak berbahaya
                   Bioremediasi merupakan teknologi yang kini banyak digunakan untuk mengatasi permasalahan pencemaran lingkungan, terutama pencemaran air dan tanah. Manusia mengaplikasikan proses biologis yang dapat dilakukan oleh makhluk hidup untuk melakukan biotransformasi atau merubah struktur kimia suatu zat yang berbahaya menjadi lebih ramahlingkungan, bahkan menjadi sama sekali tidak berbahaya. Proses bioremediasi umumnya menggunakan makhluk hidup berupa mikroorganisme seperti bakteri dan jamur
Salah satu upaya secara biologis untuk mengatasi tanah tercemar TNT adalah dengan melakukan bioremediasi. Bioremediasi merupakan alternatif yang dilakukan dimana tanah yang tercemar dibersihkan dengan memanfaatkan kemampuan mikroorganisme untuk mendegradasi kontaminan yang bersifat ramah terhadap lingkungan karena tanah yang sudah tercemar umumnya tidak dapat ditanami (Nugroho, 2006).
Transformasi kimia dari bahan pencemar TNT melalui proses bioremediasi ini meliputi beberapa proses, yaitu
·    Detoksikasi, yaitu konversi dari molekul yang bersifat toksik menjadi produk yang tidak bersifat toksik.
·    Degradasi, yaitu transformasi dari substrat kompleks menjadi produk yang lebih sederhana.
·    Konjugasi, yaitu pembentukan senyawa kompleks, atau reaksi penambahan, dimana suatu organisme dapat menghasilkan substrat yang lebih kompleks dan mengkombinasikannya dengan TNT dengan sel metabolis. Konjugasi atau pembentukan senyawa pengkompleks dapat dihasilkan dari organisme yang menghasilkan suatu asam amino, asam organik, methyl atau senyawa lain yang bereaksi dengan polutan membentuk substrat lainnya. .
·    Aktivasi, yaitu konversi substrat yang nontoksik menjadi molekul toksik seperti bahan aktif awal . Sebagai contoh, TNT ditransformasi dan diaktivasi oleh mikroorganisme dalam tanah menghasilkan senyawa yang bersifat toksik. Proses aktivasi ini lebih menekankan pada efisiensi TNT, atau aktivasi residu.
·    Proses defusi, yaitu konversi molekul nontoksik berasal dari TNT yang sedang dalam proses aktivasi secara enzimatik, menjadi produk nontoksik yang tidak lagi dalam proses enzimatik.
Perubahan spektrum toksisitas. Contoh bioremediasi bagi lingkungan yang tercemar TNT. Yang pertama dilakukan adalah mengaktifkan bakteri alami pengurai TNT yang ada di dalam tanah yang mengalami pencemaran tersebut. Bakteri ini kemudian akan menguraikan limbah TNT yang telah dikondisikan sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kebutuhan hidup bakteri tersebut. Dalam waktu yang cukup singkat kandungan TNT akan berkurang dan akhirnya hilang, inilah yang disebut sistem bioremediasi.
Dalam kebanyakan kasus, dapat dikatakan bahwa pendegradasian TNT menggunakan teknik composting merupakan alternatif yang paling baik dan tepat.
Composting adalah teknologi lama yang sedang disempurnakan untuk memaksimalkan degradasi bahan berbahaya seperti TNT. Pada teknik ini, bahan-bahan yang tercemar dicampur dengan bahan organik padat yang relatif mudah terombak, dan diletakkan membentuk suatu tumpukan. Bahan organik yang dicampurkan dapat berupa limbah pertanian, sampah organik, atau limbah gergajian. Untuk memfasilitasi pertumbuhan mikroba, bahan composting seperti serpihan kayu, jerami, alfalfa, pupuk kandang, atau produk pertanian lainnya ditambahkan (Funk et al., 1996). Untuk mempercepat perombakan kadang-kadang diberi pupuk N, P, atau nutrient anorganik lain. Bahan yang telah dicampur sering ditumpuk membentuk barisan yang memanjang, yang disebut “windrow”. Selain itu dapat juga ditempatkan dalam wadah yang besar atau luas dan diberi aerasi, khusus untuk bahan yang tercemari bahan kimia berbahaya. Aerasi diberikan melalui pengadukan secara mekanis atau menggunakan alat khusus untuk memberikan aerasi. Kelembaban bahan campuran tetap dijaga. Setelah diinkubasikan terjadi pertumbuhan mikroba, dan suhu tumpukan meningkat mencapai 50-600C. Meningkatnya suhu dapat meningkatkan perombakan bahan oleh mikroba.
Pengomposan dapat mengubah bahan-bahan kimia organik dan mengikat logam melalui beberapa mekanisme yang berbeda, Proses composting  secara biologi adalah sebagai berikut :
  1. Degradasi biologis adalah proses di mana mikroorganisme menguraikan bahan kimia yang larut dalam air dengan enzim dalam larutan, enzim tersebut digunakan untuk metabolisme. Dua proses yang dapat mengubah struktur kimia organik supaya lebih larut dalam air adalah hidrolisis (menambahkan air untuk memecahkan ikatan kimia) dan oksidasi.
  2. Dekomposisi ekstraselular adalah proses di mana mikroorganisme mengeluarkan enzim untuk memecah molekul-molekul organik besar ke dalam bentuk yang lebih kecil untuk memudahkan penyerapan ke dalam mikroorganisme. Ini adalah bagaimana selulosa, hemiselulosa dan lignin yang terdegradasi dalam kompos. Jamur merupakan sumber enzim ekstraselular.
  3. Dekomposisi intraselular terjadi setelah bahan kimia telah diserap oleh mikroorganisme. Mineralisasi, proses konversi bahan organik menjadi karbon dioksida dan air, adalah proses utama di tempat kerja dalam mikroorganisme.
  4. Adsorpsi adalah proses elektrokimia di mana ion positif atau negatif mengikat ion muatan berlawanan dari bahan organik maupun dari tanah liat,
  5. Penguapan adalah proses fisik yang berubah material dari satu keadaan fisik yang lain (misalnya dari fase cair ke fase gas). Pencampuran tanah yang terkontaminasi merupakan sumber utama penguapan (hingga 30 persen dari komponen kimia organik bisa hilang dengan cara ini). Penguapan sangat bergantung pada suhu (temperatur yang lebih tinggi menghasilkan lebih banyak penguapan). Uap air dapat menghambat penguapan oleh udara dengan cara menyumbat saluran dengan air atau dapat meningkatkan dengan membebaskan bahan kimia yang teradsorbsi lemah.
Metode composting telah digunakan misalnya untuk mengatasi tanah yang terkontaminasi klorofenol. Pada skala lapangan menunjukkan bahwa dengan metode ini dapat menurunkan konsentrasi bahan peledak TNT.


KESIMPULAN
Berdasarkan data data dari literaur dan percobaan percobaan yang telah dilakukan bioremediasi adalah metode yang sangat baik untuk degradasi TNT dan produk degradasi terkait. Bila dibandingkan dengan pembakaran, metode sebelumnya yang paling umum dari biodegradasi, bioremediasi adalah baik lebih murah dan tidak berbahaya lingkungan. Insinerasi dapat menghasilkan abu yang harus ditangani dan dibuang residu berbahaya, tetapi composting menghasilkan produk yang kaya nutrisi.

REFERENSI
(1). Backer, C dan Herson,D. 1994. Bioremediation.USA. Mcgraw Hill.Inc
(2). Chaudhry, G. R. 1994. Biological Degradation and Bioremediation of Toxic Chemicals.    
       Dioscorides Press, Portland, Oregon
(3). Funk, S. B., D. L. Crawford, R. L. Crawford. 1996. Bioremediation of nitroaromatic
       compounds. Don L. Crawford and Ronald L. Crawford (ed.) Bioremediation Principles and 
       Applications. Cambridge University Press, Cambridge. 1996. pp. 195-205.
(4). Fraunhofer IGB. Bioremediation of TNT-contaminated soil by a two-stage anaerobic/aerobic
       process. <http://www.igb.fhg.de/Uwbio/en/TNT.en.html> 4/15/99. (diakses tgl 30 maret 2015
(5). Hairiah. 2009. Biologi Tanah Landasan Pengelolaan Tanah Sehat. Yogyakarta: Pustaka Adipura
(6). McGee, K. 1995. The Greening of Urban Wastelands. Green & Gold, Issue 1, Apec Centre   
       of Environmental Technology Exchange Notes
(7). Nugroho, A. 2003. Bioremidiasi Hidrokarbon Minyak Bumi. Jakarta: Bumi Aksara